26 Februari 2011

Uncertainty




Dahulu perekonomian kita bertumpu pada kegiatan primer seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan perekonomian,  kegiatan ekonomi Indonesia berubah menjadi kegiatan perindustrian yang mampu menyerap banyak tenaga kerja, namun sayangnya, barang input produksi kita mayoritas import, sehingga ketika adanya krisis moneter  tahun 1997/1998, perekonomian kita colaps, tak terkecuali dengan industri.

Seiring waktu yang berjalan, industri kita sulit bangkit dari keterpurukan dengan adanya krisis (lagi) di tahun 2008, sektor industri kita semakin menurun, sehingga terjadi de-industrialisasi, kegiatan pertanian sudah tidak dapat lagi menampung tenaga kerja, disamping itu, banyak lahan pertanian yang terkonversi ke lahan terbangun, sehingga kegiatan pertanian tidak dapat menampung ‘limpahan’ tenaga kerja dari sektor industri.
Kegiatan industri yang mayoritas berada di perkotaan maupun pheripheri area, yang memiliki aksesibilitas kebutuhan dasar yang lebih mudah daripada di daerah rural, menyebabkan pekerja dari kegiatan industri malas untuk kembali ke rural, selain itu, adanya disparitas kegiatan pembangunan antara urban dan rural, menyebabkan daerah rural tidak berkembang, sehingga gap yang terjadi  antara rural dan urban sangat jauh, baik dari segi kegiatan perekonomian maupun akses kebutuhan dasar.

Masyarakat yang telah ‘dirumahkan’ oleh sektor industri, memilih bertahan di kota, menyebabkan angka pengangguran perkotaan yang tinggi.  Di satu sisi, banyaknya imigran yang baru masuk ke wilayah urban, menyebabkan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit ditambah dengan tingginya tingkat pendidikan dari para pencari kerja yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk menambah masa pendidikan, menyebabkan tingginya angka pengangguran terdidik dan mengurangi masa produktivitas [namun disatu sisi pemerintah ingin meningkatkan HDI]. Dengan banyaknya pengangguran yang tidak terserap [ini kondisi dimana pemerintah gagal untuk menyediakan lapangan pekerjaan, termasuk dalam kebijakan yang terkait dengan lapangan pekerjaan *contoh : tingginya kredit bagi pengusaha kecil dan menengah*], sehingga para pekerja itu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.

Yah, akhirnya kegiatan perekonomian kita bergeser dari sektor industri ke sektor jasa, namun sektor jasa disini bukan jasa yang memiliki ketrampilan khusus atau keahlian yang terspesialisasi sehingga mencipatakan value added yang tinggi dan dapat menunjang perekonomian, tapi sektor jasa yang dimana untuk masuk ke dalamnya tidak memerlukan ketrampilan atau keahlian khusus dan untuk perekonomian secara makro, tidak memberikan kontribusi sama sekali atau biasa disebut dengan sektor informal perkotaan yang pelakunya disebut denganpedagang kaki lima.

Sektor informal ini tidak memiliki akses untuk mendapatkan jaminan sosial, dimana didalamnya masyarakat yang ada di sektor ini sulit untuk mengakses kebutuhan dasar hidupnya : mulai dari pangan, hunian yang layak [plus utilitas penunjangnya], layanan kesehatan bahkan pendidikan, selain disebabkan oleh kemiskinan, golongan masyarakat untuk golongan ini masih sangat minim, walaupun   sudah ada beberapa kebijakan yang membantu, namun dirasa belum dapat mengurangi kemiskinan yang ada. Contohnya pembangunan rumah susun bersubsidi yang harusnya diberikan untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah, dan tujuannya untuk memberikan hunian yang layak bagi masyarakat, namun apakah sudah sesuai dengan sasaran? Banyak rumah susun bersubsidi yang dimiliki oleh masyarakat yang mampu, kemudian disewakan kembali dan harganya menjadi lebih mahal, lalu dimana masyarakat berpenghasilan rendah tinggal? Coba  kita perhatikan permasalahan permukiman perkotaan di Indonesia :
  • Ada berapa banyak hunian yang dibangun di daerah marjinal tanpa adanya akses utilitas perumahan?
  •  Berapa banyak rumah yang ada di pinggir rel kereta api, pinggir sungai, bawah jembatan?
  • Bagaimana dengan kondisi hunian yang ada di tengah perkotaan?
  • Berapa KDB dan KLB dalam satu persil? Apakah ada sirkulasi udara yang baik?
  • Bagaimana dengan RTH? Yang merupakan tempat untuk bersosialisasi dan bermain anak, selain fungsinya sebagai penyerap polusi?
Bagaimana masyarakat golongan menengah kebawah itu memikirkan pertanyaan diatas sedangkan kepastian hidup mereka masih sangat kurang jelas, kalaupun hari ini masih bisa makan, bagaimana dengan besok? Ditambah lagi dengan kegiatan mereka yang berada di sektor informal, karena mereka tidak mampu untuk menyewa lokasi yang sesuai untuk kegiatan ekonomi yang mereka lakukan, akhirnya mereka mengambil tempat publik yang ‘tidak seharusnya digunakan’ contohnya trotoar maupun jembatan penyebrangan, karena itulah, mereka sering dikejar oleh petugas keamanan kota dan sering menjadi korban penggusuran, padahal itu satusatunya penghidupan mereka, kebijakan penggusuran ini terkadang tanpa disertai oleh relokasi lokasi usaha yang sesuai.

Di satu sisi, penduduk di Indonesia mayoritas merupakan masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah. Mereka tidak selalu dapat mengakses kebutuhan mereka di tempat formal yang dibebani pajak, dengan adanya kegiatan sektor informal, menyebabkan biaya hidup diperkotaan dapat ditekan.
Dari sistem jaminan sosial sendiri masih banyak hambatan untuk merealisasikannya, yang mulai berkembang di Indonesia adalah sistem jaminan kesehatan (sebagian besar dikelola oleh swasta dan sisanya oleh pemerintah), dimana jaminan kesehatan ini hanya dapat diakses oleh golongan tertentu, antara lain (sebagian kecil) pegawai di perusahaan swasta, pegawai negri sipil atau dengan kata lain : tidak seluruh pekerja yang ada di sekor formal itu sendiri dapat mengaksesnya, berbagai masalah juga masih membayangi sistem jaminan kesehatan ini, dan yang paling pelik adalah antar lembaga yang ada di dalamnya (seperti masalah political economic dan lempar tanggungjawab). [1]Sedangkan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah, pemerintah sekarang ini telah memberlakukan Program Keluarga Harapan (PKH) yang diharapkan lebih tepat sasaran di bandingkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) akibat dari pengurangan subsidi   BBM.

Dalam kondisi perekonomian yang sedang tidak menentu ini, banyak pihak merasa ‘unsecure’ untuk menghadapi masa mendatang. Yang saya baca dari majalah keuangan [financial planning] : “selalu siapkan dana cadangan minimal untuk 6 bulan pengeluaran anda dan anda akan aman selama 6 bulan itu sambil mencari pekerjaan lagi atau membuat suatu usaha sendiri jika sewaktuwaktu anda dirumahkan oleh perusahaan”.  Saya rasa nasehat itu layak untuk diikuti, kalau bos anda bilang perusahaan akan aman,  jangan percaya akan ucapan bos anda.

Indonesia merupakan negara miskin yang gampang untuk diruntuhkan perekonomiannya karena struktur pondasi ekonominya yang sangat rapuh, sepertinya baik para pembuat dan pengambil kebijakan [yang ada diatas sana] maupun para calonnya harus berusaha ekstra keras untuk mengatasi masalah ekonomi dan sosial masyarakat sekarang ini. Yang paling dikhawatirkan adalah jika terjadi terus menerus, keamanan negara kita, baik dari dalam ataupun luar akan sangat mudah untuk dihancurkan, mungkin kejadiannya akan lebih parah dari krisis 1997/1998 kali ya? Dan saat ini keamanan kita sudah terganggu. *Bisa lihat beritaberita yang ada kan?*

Sistem jaminan sosial bukan hanya tentang kesehatan, tapi bagaimana masyarakat dapat mengakses kebutuhan dasar hidup mereka. Apakah negara telah memberikan kepada rakyat sesuai dengan apa yang ada di UUD 1945 dan GBHN?




[1] sedikit catatan yang saya dengar dari temen yang bekerja di pemerintahan : tiap bulan gaji dipotong katanya untuk tunjangan hari tua, pas pensiun, negara mengembalikan namun dengan nama reward atas pengabdian, padahal itu kan uang mereka sendiri, lalu pemerintah ngasih apa dong?*

20 Februari 2011

Si Rojo Koyo




Dahulu,  Indonesia pernah menjadi negara yang berhasil untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam negerinya sendiri atau swasembada pangan. Kesejahteraan petani terjamin, harga pangan dan sembako murah, inflasi rendah, jumlah pengangguran sedikit karena tenaga kerja dapat terserap dengan baik.

Namun sekarang, Kita harus mengimport beras, gula, buah dan terigu, harga barangbarang pokok terus naik, nasib petani semakin memprihatinkan. Pemerintah memberlakukan banyak kebijakan untuk petani, subsidi bibit, subsidi pupuk, namun apakah dengan itu tujuan dari kebijakan itu dapat tercapai? Sampai saat ini belum.

Kondisi tanah kita yang dahulu subur sekarang sudah tidak lagi, karena kondisi kimia dan biologi tanah telah berubah.  tebu tidak sebesar dulu, hasil produksi padi para petani memang naik karena berkembangnya teknologi dan hasil penelitian bibit baru yang memiliki varietas unggul, namun tidak imbang dengan production cost, maka dari itu, banyak petani yang merelakan sawah garapannya untuk dijual dan dikonversi menjadi lahan terbangun, entah itu untuk perumahan mauapun untuk kegiatan perdagangan yang memberikan hasil yang lebih menguntungkan bagi para petani dan kawasan sekitarnya (termasuk untuk pemerintah setempat).

Salah satu penyebab kita harus mengimport bahan makanan kita dari luar negri adalah produksi tanaman pangan kita yang semakin menurun, adanya bencana alam dan berbagai faktor lainnya, termasuk kepentingan politis beberapa kalangan tertentu. Jadi, bagaimana nasib Indonesia ke depan nantinya kalau kita 'menyerahkan isi perut kita' kepada negara lain?

Jaman dahulu, kata nenek saya, petani selalu menyatu dengan alam disekitarnya. menggunakan daun trembesi yang merupakan tanaman selingan di antara masa panen dengan masa tanam, daun trembesi tersebut tiap minggunya dipotong, ditimbun dan diolah menjadi pupuk kompos. Tanah juga digunakan untuk ternak belut, dimana belut memiliki fungsi menyuburkan dan menetralkan kondisi tanah yang terkontaminasi (seperti cacing) dan nantinya belut juga dapat dikonsumsi. Petani, juga memiliki sahabat dekat yang bernama kerbau atau sapi dan kambing, binatang ternak inilah yang disebut dengan si 'Rojo Koyo', dimana dengan adanya binatang ini, petani tidak hanya dibantu untuk mengelola sawah garapannya, tapi juga 'daur ulang hidup pertanian' terjadi dengan adanya binatang ternak ini.

Contoh 'daur ulang hidup pertanian' adalah setelah panen, jerami dari padi tidak dibakar, namun ditumpuk sedemikian rupa (sehingga dalamnya tidak busuk walaupun telah terkena air hujan), jerami tersebut digunakan untuk makanan hewan ternak, sebagai gantinya, para ternak ini selain menghasilkan daging dan susu, mereka juga menghasilkan 'kotoran' yang dapat digunakan untuk pupuk kompos (dicampur dengan daun trembesi), jaman dulu, masyarakat petani memiliki 'si rojo koyo' ini minimal sepasang, sehingga kebutuhan akan kompos dapat terpenuhi, tidak seperti petani jaman sekarang yang menggunakan traktor dan 'dipaksa' mengandalkan pupuk subsidi. Dari sinilah, petani tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan pupuk pada musim tanam, tidak seperti sekarang ini, jika musim tanam datang, masyarakat petani resah dengan langkanya pupuk kimia bersubsidi (yang katanya sih, tidak tepat sasaran).

Si 'Rojo Koyo' selain membantu petani dalam pekerjannya, memberikan pemenuhan gizi untuk para keluarga membantu financial (dengan menjual anak sapi dan hewan ternak lainnya pada saat paceklik), juga memberikan kebanggaan. Kalau sekarang ini orang bangga dengan mobil dan rumah yang dimilikinya, dahulu, kakek saya sangat membanggakan sapinya yang besar dan kuat, sampai ditaruh didepan rumah dan orangorang desa juga ikut duduk mengagumi betapa besar dan kuatnya sapi tersebut,

dulu ayah saya sempat bertanya :" kenapa sapi ditaruh didepan rumah?", 
dan kakek saya menjawab : " dia ini yang namanya si rojo koyo, yang namanya rojo (baca : raja), harus berada di depan, bukan dibelakang".

 Dan sekarang saya mengerti, mengapa pengungsi di Merapi rela bolakbalik dari tempat pengungsian ke rumah mereka yang masih masuk dalam zona bahaya, demi memberi makan hewan ternak mereka.

Permasalahan lain yang dihadapi petani sekarang ini adalah sulitnya air untuk irigasi dan kita sebagai manusia sangat sombong dengan segala apa yang kita miliki namun kita tidak bisa menjaganya, kita melupakan sistem hidrolika alami, pembangunan yang tidak terencana, tidak terkontrol, leap frog development yang ketika saya  melihat hasilnya, saya ingin bunuh diri saja *aga lebay dikit ga papa kan? hehehe dan saya heran, statistik angka bunuh diri arsitek dan perencana sangat rendah, mengingat besarnya tanggungjawab yang ada dalam dirinya*.

Pembangunan semuanya harus sesuai dengan kondisi alam, bagian mana yang boleh dibangun dan mana yang tidak, sehingga keseimbangan antara lingkungan, kegiatan dan manusia dapat tercapai. Terhambatnya sistem hidroulika alami menyebabkan kekeringan, banjir dan bencana alam lainnya, terjadi karena ulah manusia sendiri.

Di  agama yang saya yakini, manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di bumi ini, pemimpin yang dapat membimbing untuk menuju kearah yang lebih baik, bagi manusia, binatang dan tumbuhan, menciptakan keserasian dan keseimbangan, bukan untuk kepentingan manusia itu sendiri.

notes :
Ketika suatu hari nanti saya menjadi seorang arsitek perencana yang besar dan saya lupa akan segitiga keseimbangan itu dan ketika saya berubah menjadi orang yang arogan, tolong ingatkan kembali saya pada masa kakek dan nenek saya, ketika alam dan manusia masih saling menyatu. Terimakasih... :)

Big Question


Sampai saat ini, banyak pertanyaan muncul di otak saya, salah satunya adalah :

"Sampai dimana kami sebagai arsitek dan perencana kota dapat menyumbangkan pemikiran dalam suatu masyarakat yang sedang mengalami transformasi. Masalah mana, dari begitu banyaknya masalah yang menyangkut kehidupan kota, yang sebenarnya merupakan persoalan pokok bagi para arsitek?"

"Arsitektur Kota Jawa, Kosmos, Kultur dan Kuasa"
Jo Santoso

19 Februari 2011

Ajeg Bali

Bali terkenal dengan kebudayaannya, selain memiliki potensi wisata alam yang luar biasa. Namun, Bali sekarang ini mengalami perubahan secara besarbesaran sejak investor asing masuk dan industri wisata mulai berkembang.

Dari awal, Bali memiliki sistem nilai, norma dan tatanan budaya yang kokoh, harmonis dan lestari, sampai para investor datang yang membuka banyaknya lapangan kerja, dari satu sisi dapat mengangkat makro ekonomi Bali, namun jumlah lapangan kerja masih saja terbatas jika disandingkan dengan jumlah tenaga kerja. Di beberapa sektor, pekerja imigrant dari luar Bali datang dan membuat persaingan semakin ketat.

Masuknya para investor, juga membuat perubahan dalam guna tanah dan budaya di Bali. Bukan hanya konversi lahan dari pertanian ke non pertanian, namun perubahan lahan yang dikarenakan adanya kegiatan wisata tersebut mulai mengancam lahan yang digunakan untuk peribadatan. Agama dan Budaya di Bali, sangat tidak dapat terpisahkan, sampai Bali dikenal dengan 'Pulau Dewata', begitu pula dengan budaya yang dibawa dari luar, sedikit demi sedikit mulai mengurangi kesakralan tanah dewata.


Serangan tidak hanya berasal dari sistem kapitalisas ekonomi, namun juga serangan bom bali yang mengemparkan saat itu, setelah terjadi serangan, Bali sejenak seakan terhenti denyut nadinya, semua berduka. Bali yang dianggap oleh para teroris tersebut tempat orangorang 'berdosa'. Apakah kesemuanya itu salah Bali sendiri? Bali tidak memiliki proteksi untuk itu. 


Perubahan ini sangat mengkhawatirkan bagi Bali, sehingga Bali harus membuat 'resep' untuk pembangunan yang berkelanjutan, menyeimbangkan antara alam dengan kegiatan manusia, mulai merevitalisasi kembali kota dan bangunan yang bersejarah dan mulai mengadaptasi kearifan lokal untuk membentengi diri dari pengaruh buruk globalisasi yang dapat menghancurkan budaya. dari sinilah, para 'cendekiawan urban' mulai menanamkan 'Ajeg Bali'.


Kata 'Ajeg' mengandung makna kuat, tegak dan dalam arti tertentu, sebuah versi yang lebih kuat dari paham "kebalian".


Ajeg artinya kita harus kembali ke asal. Kembali ke Bali yang murni dan damai, maka segalanya tertib dan benar. Ajeg berarti aman dan mampu melawan teroris dan Ajeg Bali menawarkan kepada kita jawaban terhadap modernisasi yang tak berisi.


Paham Ajeg adalah suatu kategori longgar yang menawarkan cara yang enak kepada berbagai kelompok masyarakat untuk berbicaratentang Bali. Mereka pun menyukai cara Ajeg Bali yang dikomunikasikan di tv lokal, warta berita, Sekala dan Niskala, opera sabun Bali yang menggantikan sinetron. Walaupun format yang ditampilkan agak folkloristik dari acara wicara di Bali TV tampak kaku, namun setidaknya Bali telah menanamkan kembali sesuatu yang secara esensial religius dan berakar di desa adat.


Kearifan lokal sangat diperlukan dalam mempertahankan nilai dan budaya asli kita yang baik, dengan ini, diharapkan Bali  dan berbagai wilayah di Indonesia dapat berkembang, bukan hanya sustainable economic, sustainable environment namun sampai pada tahap sustainable development dalam berbagai sektor.



"Bali Benteng Terbuka, 1995 - 2005"

Henk Schulte Nordholt

18 Februari 2011

The Great Night

Malam ini bulan bersinar indah, begitu pula dengan langit malam yang cerah
Tuhan, terimakasih atas semua keindahan itu.



17 Februari 2011

The Fragrant Garden

Yogyakarta, selain disebut sebagai Kota Batik, juga merupakan Kota Budaya yang banyak memiliki obyek wisata. Banyaknya atraksi wisata yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta ini, menjadikan Kota Yogyakarta menjadi tujuan utama para wisatawan baik manca maupun domestik untuk menikmati keindahan budaya Indonesia apalagi ditunjang dengan kemudahan aksesibilitas baik akses dari luar wilayah Yogyakarta sampai aksesibilitas untuk mengunjungi atraksi wisatanya. 
Selain atraksi wisata yang beragam, kemudahan aksesibilitas, amenitas juga memiliki peranan penting bagi perkembangan sektor industri wisata yang memberikan kontribusi terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Yogyakarta.

Atraksi wisata yang menjadi fokus kali adalah Taman Sari.

Taman Sari, adalah
Taman yang (dahulu) memiliki luas 10 Ha dengan banyak bangunan dan dikelilingi oleh danau buatan, lorong bawah tanah dan kolam pemandian.  Kebun yang digunakan secara efektif antara tahun 1765 sampai 1812, mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara kompleks Magangan. Namun saat ini, sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja. 
Walaupun hanya sisasisa bangunan, namun di bebarapa spot dalam atraksi wisata ini memiliki banyak point of interest, salah satunya adalah 'Umbul Pasiraman' atau 'Umbul Binangun' yang merupakan tempat pemandian para putri atau selir raja.


Disini, karena minim dengan tanaman, maka panas menjadi menyengat, maka dari itu terdapat aliranaliran air dibawah bangunan untuk 'mendinginkan' suhu ruangan. Beberapa tempat malah terdapat 'tungku' untuk memanaskan udara dalam ruang yang gunanya bukan untuk menambah panas tapi untuk 'memasukkan' udara dingin ke dalam ruang.

Spot yang lain adalah 'Pulo Kenongo' tapi banyak yang menyebutnya 'Masjid Bawah Tanah'. Saya masih bingung dengan kedua penyebutan bangunan ini, namun, bangunan ini memiliki dua lantai bangunan dan banyak ventilasi udaranya. Untuk masuk kebangunan ini harus melewati bagian seperti 'kanal' namun dengan kedalam air yang sangat rendah, hanya sebatas mata kaki orang dewasa, ketika saya menanyakan pada penjaga setempat, katanya sih, untuk mensucikan diri.




Permukiman penduduk tersebut berdiri diatas 'Sultan Ground', seharusnya pihak keraton dapat mengatur bagian mana yang boleh dibangun, mana yang tidak, namun dengan 'desakan' pertumbuhan penduduk yang tinggi di tambah dengan terbatasnya lahan, menyebabkan kepadatan bangunan disekitar wisata tersebut sangat tinggi, dan ini kurang baik bagi kawasan wisata dan permukiman penduduk itu sendiri. Sultan yang mengetahui pasti masalah ini, juga tidak tega untuk 'memindahkan' warganya.

Pada saat ini, Kompleks wisata Taman Sari sedang mengalami tahap recovery, desaindesain  untuk 'memunculkan' kembali kemegahan Taman Sari sudah dibuat dan mulai diterapkan dan begipula dengan pembangunannya yang sekarang ini difokuskan pada bangunanbangunan utama dari Taman Sari.

Semoga pembangunan taman sari dapat berhasil dengan baik, sehingga kemegahan "The Fragrant Garden" dapat dilihat seperti pada masa keemasannya terdahulu. 

Batik, the wisdom of java

Kita ini negara kaya, kaya dengan budaya, Namun sayangnya karena terlalu banyak budaya itu jadi terlupakan. Salah satunya adalah batik yang kemarin menjadi perdebatan oleh negara tetangga, padahal semua negara sepertinya memiliki pola batik sendiri, Malaysia dan Thailand juga memiliki batik,namun motifnya yang berbeda, semua negara dan wilayah memiliki ciri khas sendiri, seperti batik Jogja yang berbeda dengan Batik Solo.

Batik sendiri berasal dari kata 'amba' yang artinya menulis dan 'titik' yang memiliki arti yang sama, titik.

Batik bukan hanya budaya, di masa lalu, kegiatan membatik digunakan untuk mata pencaharian wanita jawa, dimana jaman dulu wanita jawa hanya boleh melakukan 3 hal, yaitu 'masak, macak lan manak' atau memasak, berdandan dan melahirkan keturunan.
Wanita jawa jaman dulu dilarang bekerja di luar rumah, dan akhirnya membatik adalah pekerjaan eklusive untuk wanita, sampai ditemukannya batik cap, dimana lelaki masuk dalam kegiatan ini. Tradisi membatik merupakan keahlian yang turuntemurun, sehingga beberapa corak batik dapat menunjukkan status sosial ekonomi masyarakat.


Beberapa corak batik memiliki makna atau arti tertentu, seperti :


Motif Kawung :

Mengandung makna bahwa keinginan dan usaha yang keras akan selalu membuahkan hasil, contohnya seperti rejeki yang berlipat ganda jika orang mau bekerja keras, walaupun memakan waktu lama. 


Motif Truntum :

Truntum yang artinya menuntun, dimana menuntun pada kehidupan yang lebih baik. Orang Jawa selalu mendambakan bagi setiap keluarga baru supaya segera mempunyai keturunan yang akan dapat menggantikan generasi sebelumnya. Generasi baru itulah yang akan menjadi tumpuan setiap keluarga baru yang baru menikah untuk meneruskan segala harapan dan cita-cita keluarga sekaligus sebagai generasi penerus secara biologis yang mewarisi sifat-sifat keturunan dari sebuah keluarga baru. Harapan itu selalu muncul saat keluarga baru terbentuk. 


Motif Sidoluhur dan Sidomukti :

Sidoluhur mengandung makna keluhuran. Bagi orang Jawa, hidup memang untuk mencari keluhuran materi dan non materi. Keluhuran materi artinya bisa tercukupi segala kebutuhan ragawi dengan bekerja keras sesuai dengan jabatan, pangkat, derajat, maupun profesinya. Keluhuran materi yang diperoleh dengan cara yang benar, halal, dan sah tanpa melakukan kecurangan atau perbuatan yang tercela seperti korupsi, merampok, mencuri, dan sebagainya. Sebab walaupun secara materi merasa cukup atau bahkan berlebihan, namun jika harta materi itu diperoleh secara tidak benar, tidak halal, itu tidak bisa dikatakan bisa mencapai keluhuran secara materi.
Sidomukti mengandung makna kemakmuran. Demikianlah bagi orang Jawa, hidup yang didambakan selain keluhuran budi, ucapan, dan tindakan, tentu agar hidup akhirnya dapat mencapai mukti atau makmur baik di dunia maupun di akhirat. Orang hidup di dunia adalah mencari kemakmuran dan ketentraman lahir dan batin.

Batik bukan hanya sehelai kain yang memiliki motif, namun tersirat banyak falsafah hidup yang menuntun kita pada kearifan lokal orang jawa.maka dari itu, batik harus kita lestarikan, jangan sampai budaya kita yang sudah beratusratus tahun ini diklaim oleh negara yang tidak mengerti falsafah dari budaya itu sendiri.