Kemarin malam, seorang teman saya,
curhat abis-abisan tentang organisasi mahasiswa yang dia ikuti, parahnya
program dan sistem evaluasi yang hasilnya tidak bagus namun masih tetap
dipertahankan, karena alasan ego. Heum.. berasa nggak aneh lagi dengan alasan
itu.
Kemudian pembicaraan berlanjut tentang penyakit kronis Indonesia,
yang ini saya juga lupa kenapa pembicaraan loncat ke ranah tersebut. Dan yang
menjadi fokus utama dari pembicaraan ini adalah Sistem Jaminan Sosial (SJS)
yang bakal dilaksanakan pada tahun 2014 nanti.
Teman saya itu bertanya, bagaimana sikap Indonesia pada penduduk
usia lanjut, dimana sebelumnya si Kementrian Sosial dan Kementrian Kesehatan
mengklaim bahwa mereka keberhasilan kinerja merekalah yang menyebabkan angka
usia kesakitan mereka mundur, begitu pula dengan naiknya angka harapan hidup
dan HDI. Namun ketika mereka ditanya apa
program untuk penduduk usia lanjut tersebut,
mereka hanya bisa terdiam.
Dan teman saya bertanya, apa
yang akan negara lakukan bagi penduduk yang telah memberikan kontribusinya bagi
perkembangan negara tersebut? bagaimana dengan sistem jaminan sosial?
Kalau membicarakan sistem jaminan sosial, saya yakin, masih banyak orang yang diluar sana sangat paham masalah ini, tapi saya hanya mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan analisis saya.
Kalau membicarakan sistem jaminan sosial, saya yakin, masih banyak orang yang diluar sana sangat paham masalah ini, tapi saya hanya mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan analisis saya.
Negara kita ini di tahun 2018 - 2025, diramalkan akan mengalami
bonus demografi, suatu kondisi dimana angka usia produktif (15 - 65 tahun)
lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk belum produktif (0 - 14 tahun)
dan penduduk tidak produktif (> 65 tahun). Adanya bonus demografi ini,
benar-benar memberikan bonus bagi penduduk usia lanjut. Berbeda dengan
ketakutan yang terjadi di negara-negara maju, ketika mereka mengalami proporsi
manula meningkat dan proporsi kelompok muda menurun, yang akan terjadi adalah
krisis kependudukan.
Pertanyaan selanjutnya adalah :
1) Apa saja
konsekuensi kependudukan tersebut?
2) Siapa yang
menanggung manula?
Kemungkinan jawaban yang diberikan adalah :
1) Pemerintah dengan general tax atau spesific tax (pay as you go, its mean pemotongan gaji kelompok usia kerja dan hasilnya dibayarkan kepada yang pensiun).
1) Pemerintah dengan general tax atau spesific tax (pay as you go, its mean pemotongan gaji kelompok usia kerja dan hasilnya dibayarkan kepada yang pensiun).
2) Sendiri (funded plan : menabung waktu bekerja
dan dinikmati pada masa tua)
3) Masyarakat
secara bersama (dengan
sponsor dan pengaturan pemerintah atau masyarakat yang mengatur sendiri).
Jika dengan sistem pay
as you go, permasalahan yang dihadapi oleh negara maju adalah, siapa yang
akan membayar karena jumlah penduduk usia produktif semakin sedikit, sedangkan
kalau di Indonesia, permasalahannya adalah "dengan apa membayarnya".
Yah, seperti yang kita tau dengan tingginya tingkat pengangguran
di Indonesia, rendahnya investasi, serta insecurity dalam pekerjaan dan
pendapatan, ini menimbulkan keresahan tersendiri.
Teman saya yang satu lagi memberikan solusi : hanya dengan
pendidikan Indonesia bisa maju.
Namun menurut saya, ini tidak semudah itu, Indonesia sedang mengalami penyakit kronis, namun disatu sisi, masyarakat sudah mulai kritis untuk memonitoring dan evaluasi kinerja pemerintah.
Yang ada di otak saya sekarang ini adalah dengan meningkatkan dan stabilisasi perekonomian, tapi harus didukung dengan banyak sektor lainnya, seperti peningkatan kualitas dan kuantitas jaringan infrastruktur, reformasi birokrasi, peningkatan iklim investasi, menggerakan pendidikan dasar dan sebagainya.
Dengan banyaknya pembukaan industri padat karya, maka dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan dan akhirnya terjadi peningkatan akses ke pendidikan yang lebih tinggi. Jika semua itu sudah berjalan dengan baik, sistem perlindungan masyarakat seperti skenario diatas baru bisa dilakukan dan merupakan salah satu program ataupun perlindungan bagi masyarakat usia lanjut.
Dengan pembicaraan diatas, sepertinya semua sedang pesimis untuk melihat masa depan Indonesia, cuma ayah saya yang optimis, dengan banyaknya masalah ini, Indonesia sedang menuju ke arah yang lebih baik.
Bukankah kalau semakin sulit masalah yang kita hadapi, maka akan semakin kuat diri kita sendiri?
Namun menurut saya, ini tidak semudah itu, Indonesia sedang mengalami penyakit kronis, namun disatu sisi, masyarakat sudah mulai kritis untuk memonitoring dan evaluasi kinerja pemerintah.
Yang ada di otak saya sekarang ini adalah dengan meningkatkan dan stabilisasi perekonomian, tapi harus didukung dengan banyak sektor lainnya, seperti peningkatan kualitas dan kuantitas jaringan infrastruktur, reformasi birokrasi, peningkatan iklim investasi, menggerakan pendidikan dasar dan sebagainya.
Dengan banyaknya pembukaan industri padat karya, maka dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan dan akhirnya terjadi peningkatan akses ke pendidikan yang lebih tinggi. Jika semua itu sudah berjalan dengan baik, sistem perlindungan masyarakat seperti skenario diatas baru bisa dilakukan dan merupakan salah satu program ataupun perlindungan bagi masyarakat usia lanjut.
Dengan pembicaraan diatas, sepertinya semua sedang pesimis untuk melihat masa depan Indonesia, cuma ayah saya yang optimis, dengan banyaknya masalah ini, Indonesia sedang menuju ke arah yang lebih baik.
Bukankah kalau semakin sulit masalah yang kita hadapi, maka akan semakin kuat diri kita sendiri?