ketika mereka ada dihadapan kita, apa yang bisa kita
lakukan?
satu orang yang membuat perubahan itu masih bersusah
payah untuk melawan yang ada dihadapannya,
hanya diam tidak membantu.
Ketika saya sedang
berjalan-jalan di daerah padat satu sisi kota baik padat bangunan dan padat
penduduk, dekat dengan pasar lokal dengan tingkat ekonomi masyarakatnya mungkin
berada sedikit diatas garis kemiskinan, saya menemukan banyaknya anak kecil yang
seumuran sedang bermain.
Hm, kawasan hunian padat yang
seperti kamar kost saya, dengan banyak sekali orang yang tinggal didalamnya,
rata-rata sekitar 5 orang dalam satu keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu dan
3 orang anak. Belum lagi nanti kalo ada sanak keluarga yang numpang tinggal
didalamnya.
Saya tau kamar kos saya ini
kecil tapi kalo dibandingkan dengan rumah yang ada dikawasan ini, sepertinya
tidak ada pembatas sehingga orang sepertinya tau apa yang dibicarakan antar rumah
satu dengan yang lain.
Saya berpikir, mungkin
karena tipisnya tembok yang ada atau
saking padatnya bangunan ini, sehingga jika satu keluarga mereka melakukan
hubungan suami istri pun, keluarga yang lain pasti akan mendengar dan akhirnya
ikut melakukannya juga.
Karena penasaran, saya akhirnya
duduk disebuah warung PKL sambil makan gorengan dan berbincang dengan
masyarakat, terutama ibuibu. Berbicara tentang tingginya harga barang pokok
sekarang ini sampai pada masalah yang akhirnya saya ingin tanyakan yaitu
masalah keluarga berencana. Iyaa.. KB.
Kenapa?
Karena saya penasaran sekali, bagaimana
masyarakat itu menghidupi anak-anaknya dengan biaya yang sangat minim. Bagaimana
kualitas perkembangan anak-anak mereka. tinggal di lingkungan pasat memang
bukan pilihan buat saya untuk membesarkan anak, dilihat dari segi kualitas
kesehatan lingkungan saja saya sudah takut. Tapi ini mereka santaisantai saja. Ok,
mungkin pemikiran kami aga berbeda.
Saya
bertanya :
“apakah
para ibuibu ini mengikuti program KB dari pemerintah”
dan
mereka jawab
“tidak, karena mahal, mbak. Sekali suntik itu
20 sampai 25 ribu.”
Dan
saya aga berargumen dengan mereka (ini kesalahan saya yang paling terbesar)
“tapi bu, kan lebih murah KB bila
dibandingkan ibu harus memiliki anak lebih dari dua, dilihat dari biaya melahirkan
dan membesarkan anak”
dan
ada ibu yang menjawab
“mbak, banyak anak itu banyak rejeki, kan
nanti mereka bisa bantubantu kita nyari uang”
“lah kan masih lama bu.. mereka
masih kecilkecil”
“nggak mbak, mereka bisa turun
ke jalan ama abangabangnya bantuin jualan koran atau jualan apa kek.”
Dan kemudian saya terdiam, buat
saya anak bukan lah barang komodity perdagangan. Saya tidak tau harus
berkomentar apa lagi, tidak memiliki cara lagi untuk berargumen lagi jika
pemikiran mereka seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar