3 Juli 2011

Rumah Ku Istana Ku


Akhirnya saya menulis apa yang hampir tiap hari saya pikirkan.
Yups, tentang perumahan. Rumah yang terjangkau oleh semua kalangan.
Dari yang sudahsudah, kita tau bahwa disparitas antara demand dan supply menyebabkan tingginya harga lahan dan berdampak pada tingginya harga perumahan dan ini terjadi di perkotaan, heum... daerah suburbanisasi juga mendapatkan dampak tersebut.
Tingginya harga lahan dan rumah sayangnya tidak diimbangi dengan kemampuan masyarakat berpenghasilan menengah kebawah untuk mendapatkannya *kalo seluruh masyarakat mampu, maka semua masyarakat dapat punya rumah yang layak* akhirnya mereka mendirikan rumah di daerah marginal dengan kualitas yang tidak memenuhi standart yang ada, sehingga menyebabkan kekumuhan kota. Selain itu, masyarakat perkotaan banyak yang 'tergusur' ke suburban, sehingga menyebabkan aglomerasi perkotaan yang sprawl ataupun leap frog development.
Dengan berpindahnya masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah tersebut, menjadikan tingginya mobilitas dari daerah suburban ke daerah urban dimana disitulah lokasi mereka bekerja. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya biaya transportasi, waktu tempuh, dan pada akhirnya akan menurunkan mobilitas dan produktivitas masyarakat. Sedangkan sebagian masyarakat tinggal di kawasan yang tidak jauh dari pusat aktivitas ekonomi,sehingga menyebabkan ketidakteraturan tata ruang kota. 
Untuk mendekatkan kembali masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah ke pusat aktivitas kesehariannya dan mencegah tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan, maka dibangunlah suatu pembangunan hunian secara vertical, berupa Rumah Susun (rusun). Dengan pembangunan rusun dipusatpusat kota, dengan intensitas bangunan tinggi diharapkan dapat mendorong pemanfaatan lahan yang lebih efisian dan efektif. Pembangunan rusun ini diharapkan dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan rumah yang layak danterjangkau bagi masyarakat, peningkatan efisiensi penggunaan tanah sesuai peruntukan dan tata ruang, serta dapat meningkatkan daya tampung, mobilitas, produktivitas dan daya saing kota.


Keberadaan rumah susun membuat para penduduk golongan menengah ke bawah bisa bernapas lega karena tersedianya hunian yang murah yangpada dasarnya memang diperuntukkan bagi mereka. Rumah susun memiliki banyak manfaat dan keuntungan untuk dijadikan pilihan sebagai tempat tinggal dan pemerintah membantu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah tersebut dengan memberikan subsidi. Namun sayangnya, banyak masyarakat oportunis yang memanfaatkan' posisi' rumah susun yang strategis dan lebih terjangkau untuk kepentingan ekonomi.
Untuk sementara ini, banyak masyarakat ekonomi kuat membeli atau menyewakan rumah susun tersebut kemudian menyewakan kembali ke masyarakat berpenghasilan rendah atau menengah.

Mengapa ini bisa terjadi?
Kalo bertanya kenapa, sebenarnya banyak hal yang dapat dilihat.
Mulai dari sistem penyaluran dan penyerapan anggaran, proses perijinan, penyiapan lahan, pembangunan dan konstruksi bangunan, serta sampai pada proses verifikasi penghuni.Semuanya tidak mudah.
Selain itu, karna kelemahan dalam proses perencanaan dan pembangunan di Indonesia adalah koordinasi, monitoring dan evaluasi, makanya terjadi penyimpanganpenyimpangan dalam tujuan program, target dan sasaran.

Akibatnya adalah
Walopun masyarakat menengah ke bawah mendapatkan hunian yang lebih layak daripada rumah tinggalnya yang terdahulu, namun tetap saja mereka (secara keseluruhan) belum mendapatkan keuntungan dari subsidi pemerintah. 
Selain itu, adanya biaya tambahan dalam pembelian atau penyewaan rumah susun tersebut (karena penyewa mendapatkan bukan langsung dari pemerintah), menyebabkan pengurangan kemampuan masyarakat tersebut untuk saving maupun untuk kebutuhan yang lainnya.
Karena seharusnya masyarakat hanya  mengeluarkan biaya untuk rumah atau hunian tidak melebihi dari 30% dari total pengeluaran mereka perbulan, namun, sayangnya kemungkinan biaya yang mereka keluarkan untuk perumahan atau hunian yang layak melebihi 30% dari total pengeluaran mereka belum lagi ditambah biaya untuk mendapatkan sarana prasarana infrastruktur dasar untuk mendukung kehidupan mereka. Sehingga masyarakat ekonomi menengah ke bawah pindah dari lokasi yang telah ditentukan dan 'membuka' kembali lahan baru dan mendirikan hunian seperti dahulu, tanpa akses sarana, prasarana dan infrastruktur yang memadai, sehingga kemiskinan perkotaan belum dapat teratasi dengan baik.

Mungkin Indonesia masih harus banyak belajar untuk mendapatkan sistem penyediaan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah serta dapat mengurangi kemiskinan dan kekumuhan kota seperti di negaranegara lain. 
Dimulai dari perencanaan yang kontinyu, kebijakan yang tidak saling tumpang tindih dan implementasi yang sesuai dengan apa yang direncanakan serta proses monitoring dan evaluasi untuk mendapatkan model serta hasil yang terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar