19 Desember 2012

P i l l o w T a l k


Kemarin malam, seorang teman saya, curhat abis-abisan tentang organisasi mahasiswa yang dia ikuti, parahnya program dan sistem evaluasi yang hasilnya tidak bagus namun masih tetap dipertahankan, karena alasan ego. Heum.. berasa nggak aneh lagi dengan alasan itu.

Kemudian pembicaraan berlanjut tentang penyakit kronis Indonesia, yang ini saya juga lupa kenapa pembicaraan loncat ke ranah tersebut. Dan yang menjadi fokus utama dari pembicaraan ini adalah Sistem Jaminan Sosial (SJS) yang bakal dilaksanakan pada tahun 2014 nanti.

Teman saya itu bertanya, bagaimana sikap Indonesia pada penduduk usia lanjut, dimana sebelumnya si Kementrian Sosial dan Kementrian Kesehatan mengklaim bahwa mereka keberhasilan kinerja merekalah yang menyebabkan angka usia kesakitan mereka mundur, begitu pula dengan naiknya angka harapan hidup dan HDI. Namun ketika mereka ditanya apa program untuk penduduk usia lanjut tersebut, mereka hanya bisa terdiam.
Dan teman saya bertanya, apa yang akan negara lakukan bagi penduduk yang telah memberikan kontribusinya bagi perkembangan negara tersebut? bagaimana dengan sistem jaminan sosial?

Kalau membicarakan sistem jaminan sosial, saya yakin, masih banyak orang yang diluar sana sangat paham masalah ini, tapi saya hanya mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan analisis saya.

Negara kita ini di tahun 2018 - 2025, diramalkan akan mengalami bonus demografi, suatu kondisi dimana angka usia produktif (15 - 65 tahun) lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk belum produktif (0 - 14 tahun) dan penduduk tidak produktif (> 65 tahun). Adanya bonus demografi ini, benar-benar memberikan bonus bagi penduduk usia lanjut. Berbeda dengan ketakutan yang terjadi di negara-negara maju, ketika mereka mengalami proporsi manula meningkat dan proporsi kelompok muda menurun, yang akan terjadi adalah krisis kependudukan. 

Pertanyaan selanjutnya adalah :
1) Apa saja konsekuensi kependudukan tersebut? 
2) Siapa yang menanggung manula?

Kemungkinan jawaban yang diberikan adalah :
1) Pemerintah dengan general tax atau spesific tax (pay as you go, its mean pemotongan gaji kelompok usia kerja dan hasilnya dibayarkan kepada yang pensiun).
2) Sendiri (funded plan : menabung waktu bekerja dan dinikmati pada masa tua)
3) Masyarakat secara bersama (dengan sponsor dan pengaturan pemerintah atau masyarakat yang mengatur sendiri).

Jika dengan sistem pay as you go, permasalahan yang dihadapi oleh negara maju adalah, siapa yang akan membayar karena jumlah penduduk usia produktif semakin sedikit, sedangkan kalau di Indonesia, permasalahannya adalah "dengan apa membayarnya".
Yah, seperti yang kita tau dengan tingginya tingkat pengangguran di Indonesia, rendahnya investasi, serta insecurity dalam pekerjaan dan pendapatan, ini menimbulkan keresahan tersendiri.

Teman saya yang satu lagi memberikan solusi : hanya dengan pendidikan Indonesia bisa maju.
Namun menurut saya, ini tidak semudah itu, Indonesia sedang mengalami penyakit kronis, namun disatu sisi, masyarakat sudah mulai kritis untuk memonitoring dan evaluasi kinerja pemerintah.
Yang ada di otak saya sekarang ini adalah dengan meningkatkan dan stabilisasi perekonomian, tapi harus didukung dengan banyak sektor lainnya, seperti peningkatan kualitas dan kuantitas jaringan infrastruktur, reformasi birokrasi, peningkatan iklim investasi, menggerakan pendidikan dasar dan sebagainya.
Dengan banyaknya pembukaan industri padat karya, maka dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan dan akhirnya terjadi peningkatan akses ke pendidikan yang lebih tinggi. Jika semua itu sudah berjalan dengan baik, sistem perlindungan masyarakat seperti skenario diatas baru bisa dilakukan dan merupakan salah satu program ataupun perlindungan bagi masyarakat usia lanjut.

Dengan pembicaraan diatas, sepertinya semua sedang pesimis untuk melihat masa depan Indonesia, cuma ayah saya yang optimis, dengan banyaknya masalah ini, Indonesia sedang menuju ke arah yang lebih baik.
Bukankah kalau semakin sulit masalah yang kita hadapi, maka akan semakin kuat diri kita sendiri?

28 November 2012

u r b a n f a r m



urban farm is always awesome, and that why you must choose local product, a lot benefit you can take as i was wrote on this blog before.

25 November 2012

Dearest Washington

For all of this time I always play with reason,
i figure out the horizon,
i try to reach the sound of neuron,
but it came up to be no respond.

i do, indeed, fight like moron,
but i think i was born as a stubborn,
i want to catch the carbon,
in the way i should stand on.

But here are my pentagon :
to meet my Newton,
to reach the proton,
to find the perfect paragon,
to dig my own krypton,
and to win this battle of marathon.

5 Oktober 2012

Peace - Love - Justice


While Israelis are enjoying water leisurely with backyard pools and unfettered access to clean drinking water, the Palestinians, which are only separated from them by walls and checkpoints, are in the midst of a worsening water crisis, facing days when the weather warms up and the wells dry out or water simply does not come out of their taps.
This clearly demonstrates the unequal distribution of water, priority given to Israeli citizens who use water for leisurely activities while the occupied Palestinian territory is subjected to even more diseases this time due to the scarcity of unclean water unfit for human consumption. 80% of water mountain aquifers in the north are taken by Israel while Palestine is left to share only about 20%. Furthermore, they are prohibited from using water from the Jordan River, despite the fact that it runs directly through one of the Palestinian territories.



17 September 2012

Black or White?



Di kota saya tinggal sekarang ini, Jakarta, pada tanggal 20 nanti akan diadakan pemilihan umum untuk Gubernur dan Wakil Gubernur.
Daaan.. dilakukan 2 kali putaran, kenapa? Karena para calon terpilih itu tidak ada yang suaranya melebihi 50% dari total suara yang ada, kemudian para calon Gubernur dan Wakil tersebut mulai kampanye (lagi). Yang paling seru adalah ketika disiarkan langsung lewat stasiun tv swasta yang saya tonton ; salah satu calon pasangan Gubernur tersebut (menurut saya seperti) mengejek salah satu dari calon pasangan saingannya dengan dialek Ras yag dimilikinya. dan lagilagi, menurut saya itu RASIS!
Saya tidak tau kenapa dia melakukan hal itu, tapi banyak yang berkata karena dia takut kalo kalah pada putaran ke-dua sehingga dia melakukan apa saja untuk mendapatkan simpati rakyat dengan menggunakan isyu SARA tersebut.
Entah ya, beliau tau atau tidak, tapi saya sangat yakin kalo beliau tau (beliau orang terpandang, berpendidikan tinggi) kalo yang namanya “RASIS itu TIDAK DIPERBOLEHKAN DALAM SISTEM KAMPANYE MANAPUN”. Entah, saya berpikir kalo ini sangat jauh dari  HAM dan Pasal 5 Pancasila yaitu KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA.
Indonesia merupakan negara yang multi-ras, multi-agama, multi-budaya. Masalah sensitif seperti ini sangat sensitif untuk ‘dikeluarkan’ dalam kampanye. Entah apa yang dipikirkan oleh beliau saat itu, saya tidak mengerti, atau janganjangan saya sendiri yang tidak ‘nyampe’ dengan pemikiran beliau.
Denger-denger isyu yang berkembang, masyarakat takut kalo nantinya calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang satu itu menang dan Jakarta ‘dikuasai’ oleh ras tertentu.
Saya berpikir, kenapa kita musti takut? Dalam kamus saya, takut merupakan sebuah kemunduran mental.
Takut kalo bangsa pribumi nanti ‘tersingkir’? Itu merupakan proses dari kehidupan. Kita hidup untuk selalu belajar dan berkembang, setiap individu harus memiliki ‘comparative advantage’ agar dia tidak mudah untuk dikalahkan oleh yang lain. Manusia harus berjuang dari, demi dan untuk dirinya sendiri. Takut hanya untuk orang yang manja dan tidak mau maju menghadapi persaingan. Semakin banyak kita menang dalam persaingan, semakin unggul diri kita.
Ketakutan dalam persaingan (takut kalah atau takut gagal) , itu alami, tapi tolong lawan dengan cara yang elegan.
Indonesia merupakan negara kesatuan, demokrasi dan baru belajar ‘melek’ politik dan sudah diajarkan dengan cara yang seperti itu? No no no.. Big mistake, dear.. Ajari masyarakat untuk berpolitik yang sehat, harus ada landasan teori berpikir, kerangka permasalahan dan (mungkin) gap analisis sehingga cara berpikir kita lebih terstruktur dan masyarakat mengerti tentang tata cara berpolitik yang sehat.
 Catatan :
saya tidak memihak salah satu dari para CaGub dan CaWaGub tersebut, tapi saya berkomentar dari cara mereka berkampanye. Maaf kalo menyinggung, tidak ada maksud sama sekali dan ini murni pemikiran saya. Makasih.

9 September 2012

el nino


let they are sailling

remind me with my childhood


Must to say that i miss RAIN so much.

Entah ya, karena perubahan iklim atau saya yang sangat kangen dengan hujan, berasa hujan nggak turun juga. Yang saya baca di koran dan media massa lainnya, kekeringan sudah menjalar ke berbagai pelosok daerah Indonesia.

Okey, ini sangat ironi buat saya, dimana Indonesia yang mayoritas wilayahnya berupa kelautan dan berarti dikelilingi air, masih terdapat kekeringan. Yah, semua itu dapat dibantah dengan jumlah air tawar yang bisa dimanfaatkan hanya beberapa persen dari air tawar yang ada, sehingga air bersifat terbatas. Semakin lama supply air yang ada semakin berkurang dengan banyaknya pembangunan yang ada, tutupan lahan semakin bertambah, jumlah pohon semakin berkurang dan siklus air tanah sudah tidak normal lagi.

Pembangunan fisik di Indonesia (katanya) sangat dibutuhkan dengan peningkatan perekonomian, penyerapan tenaga kerja, investasi dan alasan yang lainnya. Yah, kita tau kalo di Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, namun kualitasnya masih rendah disatu sisi penyedia lapangan kerja sangat sedikit, sehingga mau nggak mau investasi yang masuk masih  banyak berupa investasi fisik.
Pembangunan ekonomi hampir selalu bertolak belakang dengan kesinambungan lingkungan dan ternyata itu berdampak pada perubahan iklim serta berpengaruh pada sistem perekonomian di suatu negara, bahkan pada dunia.

Kekeringan karena perubahan iklim akan berdampak pada pada (salah satunya) : sistem ketahanan pangan di dunia, semakin banyak wilayah yang kekeringan maka akan semakin langka pangan yang ada dan semakin tinggi juga harganya. Dampaknya? Heum, mungkin untuk orang-orang yang memiliki tingkat perekonomian yang kuat, tidak terlalu pusing untuk memikirkannya. Sedangkan untuk masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian yang lemah dan negara-negara miskin? Tingginya tingkat import pangan akan membebani keuangan negara (jelas) dan masyrakat yang tidak dapat mengakses bahan makanan pun juga akan kelaparan, sakit karena kurang nutrisi, produktivitas rendah dan semakin terjerumus dalam kemiskinan. Kekeringan juga dapat membakar hutan dan menyebabkan kelumpuhan pada aktivitas sosial ekonomi dan ini juga berdampak pada rendahnya penerimaan baik masyarakat ataupun negara. Air bersih merupakan pelayanan dasar public yang harus dipenuhi. Mungkin orang bisa hidup tanpa adanya listrik tapi orang tidak dapat hidup tanpa air.

 Jika supply air berkurang, pemerintah harus memutar otak untuk mendapatkan supply air secepat dan se-effektif mungkin. Dengan menggunakan air laut (yang sudah dinetralkan) untuk kehidupan sehari-hari mungkin menjadi pilihan utama, namun.. biaya yang dikeluarkan juga sangat tinggi dan tidak dapat seketika itu juga, atau banyak cara lain yang saya tidak ketahui. Namun pada akhirnya, saya lebih memilih untuk pelestarian lingkungan sehingga pembangunan dapat berjalan secara berkelanjutan.

27 Agustus 2012

l . i . m . i . t





Everyone have constraint, their power, money or time. and what your strategy for deal with that?
to reach what you want, for your desire?

Everyone have their own way to get their dream or what they want.
Contagious Ambition is have not ending.
So, with all thats constraint, i have dillema : Wich one i do first?

Karma Kandara, Bali, Indonesia
such as big temptation for me.

Just guess, where it is?
really want get in to here (amin) improve my skill, knowledge and better future. 



With all that photo’s you all know what is my constrait. :D

4 Agustus 2012

a year



" a u g u s t,  a  y e a r  a g o "





1 Agustus 2012

the green side

o u r   p l a n e t .

w h a t  w e  a r e   d o i n g   i s   r i g h t ?



31 Juli 2012

India Water Crisis - Environmental Action Project





the next " liquid gold " after oil is water.
orang-orang kadang berfikir bahwa saya terlalu berlebihan untuk mengungkapkan hal diatas, tapi menurut saya, air merupakan kebutuhan paling mendasar yang harus dipenuhi oleh seluruh makluk hidup di dunia.
Manusia dapat hidup tanpa adanya minyak bumi tapi tidak akan bisa hidup tanpa air. Dan sekarang air mulai diperjualbelikan dengan harga yang lumayan mahal. Ketersediaan air kita masih banyak memang, tapi yang benar-benar bisa dipakai hanya sedikit, ditambah lagi dengan adanya pencemaran limbah dan perubahan siklus alami air. Itu semua menyebabkan menurunkan jumlah supply air bersih, disisi lain, demand semakin bertambah, jumlah manusia semakin banyak, lahan yang tertutup juga memiliki korelasi yang positif dengan pertambahan jumlah penduduk dan kegiatan yang ada.
Air bersih memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan, berhubungan dengan kesehatan? Jelas dan nantinya akan berdampak pada produktivitas manusia yang pada akhirnya akan berdampak pada produktivitas suatu negara.
Ketika air semakin sulit dicari, harga akan semakin mahal (hukum ekonomi sangat berlaku disini) dan semua orang membutuhkannya paling tidak 20 liter per hari. Jadi, ketika air bersih semakin langka, harga minyak bumi dan emas sekarang ini sudah tidak ada lagi harganya jika dibandingkan air bersih.

8 Juli 2012

di depan mata kita


ketika mereka ada dihadapan kita, apa yang bisa kita lakukan?
satu orang yang membuat perubahan itu masih bersusah payah untuk melawan yang ada dihadapannya,
hanya diam tidak membantu.

Ketika saya sedang berjalan-jalan di daerah padat satu sisi kota baik padat bangunan dan padat penduduk, dekat dengan pasar lokal dengan tingkat ekonomi masyarakatnya mungkin berada sedikit diatas garis kemiskinan, saya menemukan banyaknya anak kecil yang seumuran sedang bermain.

Hm, kawasan hunian padat yang seperti kamar kost saya, dengan banyak sekali orang yang tinggal didalamnya, rata-rata sekitar 5 orang dalam satu keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak. Belum lagi nanti kalo ada sanak keluarga yang numpang tinggal didalamnya.

Saya tau kamar kos saya ini kecil tapi kalo dibandingkan dengan rumah yang ada dikawasan ini, sepertinya tidak ada pembatas sehingga orang sepertinya tau apa yang dibicarakan antar rumah satu dengan yang lain.
Saya berpikir, mungkin karena  tipisnya tembok yang ada atau saking padatnya bangunan ini, sehingga jika satu keluarga mereka melakukan hubungan suami istri pun, keluarga yang lain pasti akan mendengar dan akhirnya ikut melakukannya juga.

Karena penasaran, saya akhirnya duduk disebuah warung PKL sambil makan gorengan dan berbincang dengan masyarakat, terutama ibuibu. Berbicara tentang tingginya harga barang pokok sekarang ini sampai pada masalah yang akhirnya saya ingin tanyakan yaitu masalah keluarga berencana. Iyaa.. KB.

Kenapa?

Karena saya penasaran sekali, bagaimana masyarakat itu menghidupi anak-anaknya dengan biaya yang sangat minim. Bagaimana kualitas perkembangan anak-anak mereka. tinggal di lingkungan pasat memang bukan pilihan buat saya untuk membesarkan anak, dilihat dari segi kualitas kesehatan lingkungan saja saya sudah takut. Tapi ini mereka santaisantai saja. Ok, mungkin pemikiran kami aga berbeda.

Saya bertanya :
 “apakah para ibuibu ini mengikuti program KB dari pemerintah
dan mereka jawab
tidak, karena mahal, mbak. Sekali suntik itu 20 sampai 25 ribu.
Dan saya aga berargumen dengan mereka (ini kesalahan saya yang paling terbesar)
tapi bu, kan lebih murah KB bila dibandingkan ibu harus memiliki anak lebih dari dua, dilihat dari biaya melahirkan dan membesarkan anak”  
dan ada ibu yang menjawab
mbak, banyak anak itu banyak rejeki, kan nanti mereka bisa bantubantu kita nyari uang”
“lah kan masih lama bu.. mereka masih kecilkecil”
“nggak mbak, mereka bisa turun ke jalan ama abangabangnya bantuin jualan koran atau jualan apa kek.”

Dan kemudian saya terdiam, buat saya anak bukan lah barang komodity perdagangan. Saya tidak tau harus berkomentar apa lagi, tidak memiliki cara lagi untuk berargumen lagi jika pemikiran mereka seperti itu. 

4 Juli 2012

tell me a story

Kadang buku menjadi teman terbaik saat kita sedang bosan atau pengen menenangkan diri. alihalih ingin menutup diri dari kehidupan sekitar, buku malah membuat kita sangat membuka diri akan jendela dunia baru dan, ini cukup menyenangkan untuk menghabiskan waktu luang. 


20 Mei 2012

My  d i g n i t y

Hire Me Please


Hampir setiap hari saya ke kantor naik bis (kadangkadang naik ojek soalnya) dan sering banget ketemu ama pengamen dan orangorang  baru. Entah ini sedang menjadi trend atau apa dikalangan pengamen, banyak dari mereka yang menyanyikan lagi ciptaan mereka sendiri, yang liriknya banyak berisi tentang sulitnya hidup di Jakarta, pengangguran, korupsi dan pemerintah beserta janjijanjinya yang mereka anggap gagal. Bagi saya yang menarik adalah ketika mereka mencoba untuk mengkritisi betapa lemah pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Kalau soal pengangguran dan peranan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan, pasti sangat luas ceritanya.


1.       Kondisi pengangguran dan Statistik Ketenagakerjaan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja merupakan suatu indikator yang digunakan untuk menunjukkan seberapa besar penduduk usia kerja di suatu wilayah yang bekerja ataupun sedang mencari pekerjaan Dari data terlihat bahwa angka paertisipasi kerja di Indonesia rata-rata adalah 67%, angka ini tergolong sedang dan yang bukan termasuk dalam usia kerja sebesar 23%. Adapun yang termasuk bukan angkatan kerja antara lain adalah pelajar, ibu rumah tangga, pensiunan dan lainnya.
        Angka pengangguran di Indonesia sangat fluktuatif, pada tahun 2005 angka pengangguran di Indonesia tergolong tinggi, yaitu sekitar 11% yang kemudian mengalami penurunan. Keadaan ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 :
·         Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 113.74 juta jiwa, bertambah 1,79 juta jiwa dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2008 sebesar 111,95 juta jiwa atau bertambah 2,26 juta jiwa dibanding Februari 2008 sebesar 111,48 juta jiwa.
·         Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 104.49 juta jiwa, bertambah 1.94 juta jiwa dibanding keadaan pada Agustus 2008 sebesar 102.55 juta jiwa atau bertambah 2.44 juta jiwa dibanding Februari 2008 sebesar 102.05 juta jiwa.
·         Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 8.14 %, mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan penganggutan Agustus 2008 sebesar 8.39% dan pengangguran Februari 2008 sebesar 8.46%.
·         Dibanding Februari 2008 hampir seluruh sektor mengalami peningkatan lapangan kerja, kecuali sektor konstruksi yang mengalami penurunan lapangan kerja sebanyak 120 ribu jiwa dan sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi yang menurun sebanyak 60 ribu jiwa. Sektor yang mengalami peningkatan terbesar adalah sektor perdagangan yaitu naik 1.16 juta jiwa, sektor jasa kemasyarakatan naik 830 ribu jiwa dan sektor pertanian naik 340 ribu jiwa.
·          Pada februari 2009, jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan sebanyak 28.91 juta jiwa (27.67%), berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 21.64 juta jiwa (20.71%) dan berusaha sendiri brjumlah 20.81 juta jiwa (19.92%).
·         Berdasarkan jumlah jam kerja maka Febrauri 2009 penduduk yang bekerja diatas 35 jam per minggu mencapai 73.12 juta jiwa (69.98%), sedangkan yang bekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 8 jam per minggu hanya sekitar 1.58 juta orang (1.51%).
·         Pekerja dengan pendidikan SD ke bawah mengalami penurunan sebanyak 190 ribu jiwa dalam setahun terakhir (Februari 2008 -  Februari 2009), namun jumlahnya masih tetap mendominasi lapangan kerja di Indonesia yaitu sebanyak 55.43 juta jiwa (53.05%) pada Februari 2009[1].

Dari data diatas, dapat diketahui bahwa setelah krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998, pertumbuhan ekonomi semakin membaik, inflasi juga semkain menurun, semakin rendah inflasi berarti perekonomian semakin stabil dan terjaga, hutang luar negeri Indonesia semakin menurun, namun tidak dengan tingkat pengangguran yang tetap, jika melihat negara-negara lain, mereka berhasil menurunkan tingkat pengangguran.
·         Data diatas memperlihatkan sulitnya untuk menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia,salah satunya terkait dengan tingkat investasi di Indonesia yang masih lemah. Dana yang dengan mudah ‘keluar-masuk’ di Indonesia tidak membawa perubahan yang berarti bagi pengurangan ketenagakerjaan di Indonesia. Investor hanya ingin proses produksi di Indonesia dengan memakai tenaga kerja Indonesia yang upahnya harus “banting harga” agar tidak kalah bersaing dengan negara-negara asia lain yang memiliki karakteristik jumlah penduduk dan tenaga kerja yang mirip dengan Indonesia, contoh China dan India, tanpa adanya transfer teknologi, sehingga jika perusahaan tersebut sewaktu-waktu keluar dari Indonesia, maka angka pengangguran akan langsung naik secara drastis.
·         Di sisi lain, pencari kerja Indonesia adalah dominannya memiliki latar belakang pendidikan yang rendah, yaitu SLTP ke bawah. Dengan tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya keahlian, membuat daya saing Indonesia dengan negara lainnya semakin lemah. Namun tidak berarti pemerintah diam saja, pemerintah banyak membuka Balai Latihan Kerja (BLK) yang tersebar di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kualitas SDM. Keadaan lain yang mempengaruhi pengengguran adalah kesempatan kerja, sekitar 44% kesempatan kerja ini berada di sektor pertanian dimana produksi sektor ini masih tergolong rendah. Transformasi ekonomi yang merubah kegiatan perekonomian dari sektor primer menjadi sektor sekunder serta sektor tersier telah berhasil, namun sayangnya tidak diiringi oleh transformasi tenaga kerja.
2.       Pertumbuhan Penduduk, Tingkat Pendidikan, Migrasi dan Pengangguran
 a.     Pertumbuhan Penduduk, Tingkat Pendidikan dan Pengangguran
Indonesia memiliki penduduk yang tinggi, jika terdapat pertumbuhan penduduk sekecil apapun pasti akan berdampak sangat besar bagi jumlah penduduk. Namun sayangnya, keadaan perekonomian indonesia yang masih kurang sehat setelah diterpa beberapa kali krisis, belum dapat memberikan kehidupan yang layak bagi seluruh warga negaranya. Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi selama ini semu karena hanya kalangan-kalangan tertentu yang dapat menikmatinya, sehingga koefisien gini di Indonesia semakin besar. Dengan landasan itulah, jumlah penduduk di Indonesia yang menempati golongan menengah ke bawah masih lebih besar jika dibandingkan dengan golongan menengah ke atas. Golongan kelas menengah ke bawa inilah yang memiliki jumlah anggota keluarga yang besar karena keterbatasan akses mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, pendidikan dan akses untuk mendapatkan hiburan sehingga mereka lebih memiliki waktu luang.
Banyak dari golongan menengah kebawah yang tidak menyadari beratnya beban untuk memberikan kehidupan yang layak bagi anak-anak mereka, dengan penghasilan yang mereka miliki (golongan kelas ini mayoritas merupakan pekerja dengan upah yang rendah) harus dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang dimiliki, untuk biaya konsumsi sekeluarga masih sangat kurang mencukupi apalagi untuk biaya pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, mereka tidak memahami pentingnya untuk merencanakan jumlah keluarga yang sehat melalui program keluarga berencana, sehingga beban yang dipikul oleh keluarga miskin dengan banyak anak semakin berat.
Rendahnya upah pekerja di Indonesia lebih disebabkan karena tingginya supply dari faktor tenaga kerja, namun demand yang berasal dari sektor produksi tidak sebanding. Dengan ini produsen selaku pihak demand memiliki posisi tawar yang lebih kuat dibandingkan dengan para pencari kerja sehingga para pekerja mau dibayar lebih rendah asalkan dapat bekerja. Pemerintah Indonesia juga tidak memiliki sistem jaminan soial untuk pengangguran dan masyarakat golongan menengah ke bawah karena tingginya biaya yang harus dikeluarkan dan keuangan pemerintah tidak sanggup untuk membayarnya.
Sistem upah merupakan kebijakan dan strategi yang menentukan kompensasi yang diterima pekerja, dimana sistem upah harus sesuai dengan kebutuhan pekerja dan kemampuan perusahaan, maka dari itu digunakan Upah Minimum Regional (UMR). Biasanya rata-rata upah selalu lebih tinggi dibandingkan dengan UMR sehingga seharusnya para pekerja dapat hidup sesuai atau berkecukupan, namun permasalahannya adalah pada inflasi. inflasi sering terjadi apabila ada isyu yang menyebutkan bahwa akan ada kenaikan upah, sebelum kenaikan upah terjadi, harga barang-barang sudah mengalami kenaikan dan ketika adanya kenaikan upah, harga barang-barang naik lagi, sehingga terjadi dua kali kenaikan. Inflasi yang terbesar berada pada sektor bahan makanan, sehingga masyarakat kelas menengah ke bawah lebih banyak menganggarkan pendapatannya pada konsumsi.
 Kebijakan pemerintah untuk menyediakan layanan pendidikan gratis menuai sambutan yang positif namun pada kenyataannya masih banyak iuran dan pungutan yang dilakukan oleh sekolah setempat. Tingginya uang buku, uang gedung, seragam dan lainnya menyebabkan akses untuk mendapatkan pendidikan yang layak sangat sulit. Sehingga banyak anak usia sekolah yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak karena putus sekolah dan terpaksa membantu orang tua mereka bekerja dan ini merupakan salah satu penyebab dari banyaknya anak-anak jalanan yang menjadi masalah di perkotaan. Tingkat pendidikan yang rendah, akan sangat sulit untuk masuk di sektor formal, mendapatkan pekerjaan yang sesuai dan mendapatkan upah yang layak, sehingga kebutuhan dasar tidak akan pernah tercukupi, lingkaran setan kemiskinan akan terus berlangsung.
     b. Urbanisasi, Pengangguran dan Sektor Informal Kota
Kondisi fisik dasar daerah juga mempengaruhi ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada. Banyak daerah yang ditinggalkan karena lahannya yang kurang subur, kurangnya inisiatif bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan wilayahnya, kurangnya investor sehingga produksi daerah sangat sedikit dan menyebabkan daerah tersebut miskin sehingga lapangan pekerjaan untuk memenuhi jumlah pencari kerja sangat minim, sehingga para pencari kerja mencari daerah yang menawarkan banyak pilihan pekerjaan atau spesialisasi kegiatan dan yang dapat menampung tersebut adalah daerah perkotaan sehingga terjadilah urbanisasi.
Di daerah urban, tidak semua tenaga kerja terserap di sektor lapangan pekerjaan yang ada karena salah satunya kembali pada tingginya jumlah pencari kerja, ketrampilan dan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh para pencari kerja, sehingga terjadilah pengangguran. Pengangguran jarang ada yang mau kembali ke daerah asalnya karena ego dan rasa malu, karena tidak terserap di sektor formal, maka para pekerja ini membuat lapangan pekerjaannnya sendiri dengan membuka lapangan kerja informal perkotaan, seperti pedagang kaki lima. 
Lapangan kerja sektor formal memiliki upah yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik dibandingkan sektor informal. Selain itu, pekerja disektor formal memiliki kesempatan untuk memperoleh ketrampilan dan akses terhadap pelatihan sehingga memiliki peluang yang lebih besar untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Sebaliknya pekerja di sektor informal sangat sedikit yang memiliki akses untuk itu karena sifatnya yang free entry, free exit karena bariernya sangat rendah, sehingga jumlahnya sangat sulit terdata. Sektor informal ini dapat dikategorikan sebagai pengangguran terselubung karena jam kerja mereka yang tidak menentu, begitupula dengan penghasilan namun mereka tidak masuk dalam sektor formal yang mendorong tubuhnya perekonomian nasional.
3.       Implikasi Kebijakan
a.       Ketidakseimbangan pembangunan urban-rural
Selama ini terdapat disparitas pembangunan wilayah di seluruh Indonesia, termasuk urban-rural. Kebijakan pembangunan yang selama ini lebih mengarah pada urban area menjadikan daerah rural sangat jauh tertinggal baik itu dari sarana prasarana fisik, sampai pada indikator sosial ekonomi. salah satu indikator sosial ekonomi adalah pada perbedaan tingkat upah. Dimana tingkat upah di daerah urban lebih tinggi dari rural, dengan perbedaan tingkat upah itulah mendorong tingginya urbanisasi, ketika lapangan pekerjaan di daerah urban tidak lagi dapat menampung urbanisasi, maka akan menaikkan tingkat pengangguran di perkotaan.
   b. Pengembangan Lapangan Pekerjaan di Daerah Urban
Pengembangan lapangan pekerjaan di daerah urban tidak efektif untuk mengurangi pengangguran di perkotaan, karena dengan dibukanya satu lapangan pekerjaan, maka dua atau tiga migrant yang masuk dalam lapangan pekerjaan tersebut, karena ekspektasi terhadap upah yang diterima dan kesempatan  kerja. Sehingga kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja yang baru diperkotaan, alih-alih ingin mengurangi tingginya pengangguran di perkotaan malah meningkatkan pengangguran dan menurunkan output sektor pertanian karena tenaga kerja di sektor pertanian, pindah ke sektor perdagangan atau jasa di kawasan urban.
 c. Perpanjangan Masa Pendidikan
Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia namun tanpa diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang menampung kegiatan spesialisasi sehingga menyebabkan bertambahnya pengangguran.
Saat ini jumlah pengangguran intelektual di Indonesia terus bertambah. Hal itu terjadi lantaran kebijakan pemerintah yang membiarkan sejumlah perguruan tinggi (PT) membuka program studi baru yang tidak menjawab kebutuhan sektor kerja. Menurut hasil survey angkatan kerja nasional BPS (Badan Pusat Statistik) Februari 2007, tercatat pengengguran 10.5 juta jiwa (9.75%). Sedangkan pengangguran intelektual sebanyak 740.206 jiwa (7.02%)
Ekspansi pendidikan yang sembarangan dalam mengangkat pegawai akan menyebabkan bertambahnya tingkat migrasi dan pengangguran, karena pada tingkat upah yang sama, perusahaan lebih memilih untuk memperkerjakan pegawai yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, walaupun tingkat pedidikan dan ketrampilan lebih tinggi tidak memberikan kontribusi untuk performa pekerjaan yang lebih baik. Dimana dahulu pekerjaan yang ‘remeh’ dikerjakan oleh pegawai yang memiliki tingkatan pendidikan yang rendah, sekarang dikerjakan oleh pegawai yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Para imigran yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan masyarakat di kota (karena universitas dan sekolah tinggi yang lain mayoritas berada di perkotaan), sekarang sulit untuk bersaing dengan pencari kerja yang memiliki status pendidikan yang lebih tinggi, walaupun ketrampilan yang dimiliki oleh pegawai yang memiliki pendidikan lebih tinggi tidak terlalu baik untuk mengerjakan pekerjaan tersebut, sehingga pengangguran di perkotaan akan meningkat. Selain itu, para pencari kerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi juga saling bersaing untuk masuk dalam lapangan kerja yang kecil tersebut, sehingga bagi mereka yang tidak tertampung dalam lapangan kerja menjadi pengangguran terdidik. (Economic Development, Todaro)
Dari sini dapat kita lihat bahwa Kebijakan pemerintah yang selama ini mementingkan daerah urban, sekarang harus berubah arah ke daerah rural agar disparitas wilayah mauapun pendapatan tidak terlalu tinggi, karena daerah rural lah yang terdapat banyak jumlah orang miskin bukan kota karena aksesibilitas mereka untuk mendapatkan hak dasar untuk hidup masih sangat minim.
Kebijakan fiskal dalam bentuk peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur pedesaan dan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai penggerak perekonomian secara keseluruhan, ini juga dapat digabungkan dengan MP3EI untuk mewujudkan program pemerintah pro job, pro poor dan pro growth yang samapai sekarang belum terlihat hasilnya karena (menurut saya) perencanaan dan indikatornya masih terlalu makro dan belum fokus.
Pengembangan aktivitas perekonomian rural yang melibatkan investasi swasta dapat mempercepat penurunan kemiskinan. Salah satunya dengan cara penggabungan antara sektor pertanian dengan industri atau agroindustri. Dengan adanya agroindiustri, produk pertanian akan mendapatkan nilai tambah yang itu berarti juga akan memperbesar pendapatan masyarakat. Industri (yang bersifat padat karya) dan pertanian merupakan kegiatan yang menyerapa banyak tenaga kerja, sehingga daerah rural lah yang menjadi pusat pertumbuhan kegiatan (mengganti daya tarik dari perkotaan) sehingga masyarakat rural tetap bertahan di daerahnya dan penduduk rural yang menjadi pengangguran diharapkan mau kembali ke dearah rural (ruralisasi).


[1] Data TNP2K, Tahun 2009.




16 Mei 2012

y o u

you said : 
"my body is tired, but my spirit does soar, if not to work hard than what is this body for?"

.



12 Februari 2012

Kawasan Perbatasan Indonesia

NKRI sebagai negara kepulauan memiliki lebih dari ±17.508 pulau, dengan panjang garis pantai lebih dari 80.290 km. Kondisi geografis tersebut menyebabkan Indonesia berbatasan dengan banyak negara, baik di darat maupun laut. Di daratan, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara yaitu Malaysia (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dengan Serawak dan Sabah), propinsi Papua dengan Papua New Guinea dan Nusa Tenggara Timur dengan Timor Lorosae. Di wilayah laut, berbatasan dengan sepuluh negara yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Papua New Guinea, Australia dan Timor Lorosae.
Wilayah perbatasan, memiliki peranan penting dalam menjamin keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena wilayah perbatasan yang memiliki keterikatan kuat antara Indonesia dengan negara-negara lain, sehingga mempengaruhi kegiatan yang ada diatasnya. Selain itu, posisi wilayah perbatasan mempunyai dampak politis dan fungsi pertahanan kemanan nasional, dan itulah sebabnya mengapa kawasan perbatasan harusnya merupakan prioritas utama dalam pembangunan kawasan.
Kondisi kawasan perbatasan Indonesia saat ini seperti diabaikan sama sekali dari pembangunan di Indonesia, hal ini terlihat dari ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang belum terpenuhi dengan baik, begitu pula dengan tingkat kesejahteraan penduduknya baik dari segi sosial maupun ekonomi. sulitnya masyarakat perbatasan mengakses kebutuhan dasar seperti sarana pendidikan, kesehatan maupun kegiatan perekonomian, ini disebabkan oleh paradigma kebijakan pembangunan yang menganggap bahwa kawasan perbatasan merupakan “daerah belakang” bukan “beranda” dari Indonesia.
Perbedaan yang sangat mencolok dapat dilihat dan dirasakan apabila kita berkendara menggunakan jalur nasional dari Pontianak ke Entikong menuju Kuching dan kembali dari Kuching menuju Entikong. Meskipun jalan Trans Kalimantan dari Pontianak ke Entikong saat ini jauh lebih baik dan sebagian besar telah beraspal, namun di sana-sini terdapat jalan-jalan yang ditambal sulam dan berlubang-lubang. Belum lagi masih ada ruas jalan, sekitar 32 km lebih, yang dalam tahap pengerasan, sehingga pengemudi yang melewatinya harus terlonjak-lonjak di dalam mobilnya. Sesampainya di Entikong, kita pun dapat menemukan banyak jalan-jalan poros yang masih berupa jalan tanah, kerikil, dan batu. Selain itu, terdapat ±50 jalan setapak dan berpuluh-puluh jalan tikus yang menghubungkan 55 desa di Kalimantan Barat dengan 32 kampung di Sarawak. Apabila malam menjelang, Trans Kalimantan terselimuti pekatnya kegelapan malam karena fasilitas lampu jalan masih belum ada. Hanya lampu-lampu mobil dan sesekali sepeda motor yang jadi penerang para pengendara yang melintas. Padahal, jalan-jalan di Kalimantan tidak memiliki bahu jalan karena biasanya langsung berada di tepi tebing, jurang, ataupun sungai kecil, dan deretan rumah penduduk[1]. 


Secara umum terdapat beberapa isu strategis yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Di lihat dari kekayaan sumberdaya alam dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan, ternyata kondisi kawasan perbatasan di Indonesia menyimpan paradoks. Sumberdaya alam yang berlimpah baik di darat maupun di laut, seharusnya menjadi modal untuk pembangunan kawasan perbatasan ini. Namun nyatanya potensi sumberdaya alam tersebut belum mampu dimanfaatkan secara adil, optimal dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, bahkan di beberapa lokasi, kawasan perbatasan dieksploitasi secara ilegal oleh pihak asing[2].
Kawasan perbatasan memiliki banyak potensi yang belum digali oleh pemerintah Indonesia karena pemerintah Indonesia sendiri kurang mengenal wilayah perbatasan dengan baik, berbeda dengan negara-negara yang langsung berbatasan langsung dengan wilayah perbatasan indonesia. Itulah mengapa sebabnya, banyak pulau-pulau wilayah perbatasan yang banyak di klaim oleh negara tetangga, padahal pulau tersebut memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar, antara lain adalah potensi wisata.
Pulau dan kawasan terluar tersebut, selama ini banyak yang masih belum tersentuh oleh pembangunan, sehingga keadaan alamnya masih murni ditambah lagi dengan culture masyarakat yang masih sangat kental, memberikan nilai tambah bagi wisatawan lokal dan manca negara yang ingin menggali keindahan alam tradisional Indonesia,
Selain masalah perbatasan wilayah, masih banyak kasus pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti : Kasus imigran gelap, pengambilan sumber daya alam secara ilegal, pelabuhan tikus dan penyelundupan.
Pepres 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar yang bertujuan untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas kawasan melalui pemanfaatan sumberdaya alam dalam upaya pembangunan yang berkelanjutan serta memberdayakan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan.
Pemerintah juga telah menerbitkan UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, dimana beberapa hal pokok yang diatur antara lain adalah pengaturan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi, dan daerah dalam pengelolaan batas wilayah dan kawasan negara, dimana pemda memiliki kewenangan yang lebih besar dalam upaya pembangunan sosial dan ekonomi. Selanjutnya juga mengamanatkan pembentukan Badan Pengelola di tingkat pusat dan daerah yang bertugas mengelola Batas Wilayah dan Kawasan Perbatasan dalam hal penetapan kebijakan dan program, penetapan rencana kebutuhan anggaran, pengkoordinasian pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan, serta perumusan keikutsertaan masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan wilayah negara termasuk kawasan perbatasan.
Kawasan perbatasan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Dimana didalamnya terdapat definisi mengenai daerah perbatasan, “daerah perbatasan adalah daerah batas wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia dan daerah batas wilayah negara tetangga yang disepakati bersama berdasarkan perjanjian lintas batas (crossing border agreement) antara Pemerintah Republik Indonesia dan negara tetangga, berdasarkan peraturan perundang-undangan.”
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah hanya mengatur secara umum fungsi pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan daerah, namun tidak menyentuh point-point yang eksplisit untuk kewenangan dan mekanisme pengelolaan perbatasan negara, baik darat, laut, maupun udara. UU No 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) hanya mengatur peran-peran operasional TNI sebagai kekuatan pertahanan, bukan pada aspek policy kebijakan pertahanan, apalagi penanganan wilayah perbatasan. Demikian pula UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang mengatur rancangan kerja dan pengembangan yang masih berorientasi pada wilayah non perbatasan dan terfokus pada daratan.
Indonesia kaya dengan sumber daya alam, tidak hanya sumberdaya flora, namun juga fauna. Dengan ketidakjelasan batas wilayah da kurangnya penjagaan di kawasana perbatasan, menjadikan banyaknya kasus pencurian kayu dan ikan padahal sumberdaya tersebut bernilai puluhan triliyun rupiah per tahuan dan semakin lama kegiatan tersebut semakin meningkat. Salah satu yang menyebabkan kenaikan kegiatan pencurian sumberdaya alam kita adalah kualitas dan kuantitas aparat keamanan di wilayah perbatasan selain itu belum adanya kerjasama yang terintegrasi antara sektor atau instansi satu dengan lainnya.
Berkaitan dengan masalahan penanganan perbatasan, Indonesia juga memiliki persoalan SDA di laut, yaitu pencurian ikan(illegal fishing). FAO (Food and Agriculture Organization) memperkiran Indonesia memperoleh kerugian mencapai Rp 30 Triliun per tahun, dengan estimasi tingkat kerugian sekitar 25% dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton/tahun. Laut Cina Selatan, Perairan Sulawesi bagian Utara dan Laut Arafuru merupakan tempat yang sering menjadi sasaran pencurian SDA laut oleh kapal warga asing, yang mayoritas berasal dari Cina, Thailand dan Filiphina. Pada tahun 2007, Departemen Kelautan dan Perikanan berhasil menghukum 184 kapal dari 2.207 kapal ikan yang diperiksa oleh kapal pengawas. Dari penangkapan tersebut, kerugian negara yang berhasil diselamatkan diperkirakan mencapai Rp 439,6 M. Dari tahun 2003-2007, Departemen Kelautan dan Perikanan berhasil merampas kapal ilegal sebanyak 148 unit dengan rincian di Sumatra 77 unit, di Kalimantan, Maluku dan Papua masing-masing 28 unit di Jawa 10 unit, serta di Sulawesi 5 unit[3]. Faktor-faktor lain yang menyebabkan pencurian kekayaan alam di kawasan perbatasan, antara lain :
§  Medan kawasan di kawasan perbatasan dan jauhnya lokasi dari pusat pemerintahan serta permukiman penduduk, memberikan peluang yang besar terjadinya kejahatan di kawasan perbatasan,
§  Kurang adanya kegiatan masyarakat di kawasan perbatasan. Karena tidak ada kegiatan di kawasan tersebut yang diakibatkan lokasinya yang sangat terpencil baik diperbatasan darat, laut maupun pulau.
§   Tidak mempunyai rasa kebanggaan dan rasa memiliki atas wilayah Indonesia yang kaya akan sumberdaya yang berkembang di kawasan perbatasan dan rendahnya kesadaran geografi maritim, sehingga  juga menyebabkan pelanggaran tersebut terjadi.
§  Lemahnya hukum dan peraturan perundang-undangan perbatasan. Hal ini tidak lepas dari belum absahnya (legal) garis batas negara.
§  Adanya disparitas sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan. Selama ini kondisi sosial ekonomi masyarakat perbatasan berada di bawah standart minimum, tidak adanya program pembangunan khusus untuk meningkatkan keberdayaan kawasan perbatasan yang selama ini dianggap sebagai “daerah belakang” yang menyebabkan kawasan perbatasan yang seharusnya menjadi “beranda” dari Indonesia menjadi daerah yang terbelakang. Maka dari itulah dapat dipahami kalau kawasan perbatasan indonesia sering menjadi ajang kegiatan kriminal yang dari waktu ke waktu semakin marak.

Para pelintas batas [4]ilegal penduduk disebabkan beberapa faktor antara lain adalah kondisi wilayah perbatasan yang kurang adanya kegiatan dan pengawasan (masih berupa hutan alam) atau malah tidak adanya batas kegiatan antara negara satu dengan negara lainnya, seperti adanya jalan yang memperlancar akses, pasar yang menjadi pusat kegiatan masyarakat, sarana kesehatan dan lain-laian, selain itu, masih dengan alasan yang sama, kurang adanya pengawasan dan batas yang jelas antara negara kita dengan negara tetangga.
Dengan adanya pelintas batas illegal ini, menjadikan negara mengalami kerugian, karena kelebihan barang atau jumlah FOB yang ditentukan terhadap barang pelintas batas, wajib dikenakan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor lainnya. Bea masuk dan pajak merupakan salah satu pendapatan negara, jika terdapat pelintas batas illegal, maka negara tidak mendapatkan pendapatan yang seharusnya, sehingga negara menjadi rugi[5].
Alasan bagi para pelintas batas ilegal tersebut antara lain karena kurangnya sarana dan prasarana yang ada di dalam wilayah, disparitas wilayah baik dari tingkat ekonomi sampai pendidikan antara negara kita dengan negara tetangga menjadi faktor yang dominan dalam kegiatan tersebut. Selain itu, kurang adanya kontrol di wilayah perbatasan dua negara sering menjadikan wilayah tersebut sebagai lokasi kejahatan, antara lain kejahatan pencucian uang, penyelundupan narkoba [6], penyelundupan senjata kecil dan ringan di daerah-daerah konflik Indonesia merupakan masalah yang harus segera ditangani.
Dengan adanya permasalahanpermasalahan yang terjadi di lapangan, maka pemerintah diharapkan dapat merubah paradigma yang ada selama ini. Aksiaksi nyata pemerintah untuk menuntaskan sejumlah perundingan perbatasan dengan negara-negara tetangga agar Indonesia memiliki garis batas yang jelas dan diakui oleh masyarakat dan negara internasional, sangat diharapkan keberhasilannya. Begitu pula dengan penambahan sejumlah pos pengamanan di daerah perbatasan serta merelokasi pangkalanpangkalan TNI AL ke titik terdepan wilayah Indonesia untuk pertahanan dan serta melakukan operasi pengawasan di wilayah perbatasan oleh instansi terkait.
Pembangunan kawasan perbatasan erat kaitannya dengan peningkatan pertahanan negara, karena pertahanan negara mengikutsertakan seluruh komponen bangsa seperti yang ada dalam Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara. Karena pertahanan negara merupakan kepentingan nasional yang harus dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia, pertahanan negara yang kuat, akan berpengaruh terhadap kedautan bangsa dan negara, selain itu, stabilitas ekonomi memiliki hubungan yang erat terhadap stabilitas perekonomian makro Indonesia yang berdampak pada penguatan, pertumbuhan dan perkembangan ekonomi negara.





[1] Perpustakaan Kementrian Pekerjaan Umum, www.pustaka.pu.go.id

[2] Dr. Suprayoga Hadi, MSP. Mempertimbangkan Pendekatan Keamanan, Tabloid Diplomasi, Juni 2009

[3] DKP Ancam Tenggelamkan Kapal Asing Pencuri Ikan, Antara News, 22 April 2008, www.antara.co.id
[4] Pelintas batas adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tingal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui Pos Pengawas Lintas Batas. (www.beacukai.go.id)

[5] Ibid. Data Kantor Wilayah Direktorat Jenderal dan Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau menyebutkan selama Oktober 2009 hingga Oktober 2010, jumlah kasus penindakan impor ilegal sebanyak 48 kasus.

[6] Bea Cukai Kalbar-Malaysia Antisipasi Pencucian Uang, 18 November 2010, www.republika.co.id