8 Juli 2012

di depan mata kita


ketika mereka ada dihadapan kita, apa yang bisa kita lakukan?
satu orang yang membuat perubahan itu masih bersusah payah untuk melawan yang ada dihadapannya,
hanya diam tidak membantu.

Ketika saya sedang berjalan-jalan di daerah padat satu sisi kota baik padat bangunan dan padat penduduk, dekat dengan pasar lokal dengan tingkat ekonomi masyarakatnya mungkin berada sedikit diatas garis kemiskinan, saya menemukan banyaknya anak kecil yang seumuran sedang bermain.

Hm, kawasan hunian padat yang seperti kamar kost saya, dengan banyak sekali orang yang tinggal didalamnya, rata-rata sekitar 5 orang dalam satu keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak. Belum lagi nanti kalo ada sanak keluarga yang numpang tinggal didalamnya.

Saya tau kamar kos saya ini kecil tapi kalo dibandingkan dengan rumah yang ada dikawasan ini, sepertinya tidak ada pembatas sehingga orang sepertinya tau apa yang dibicarakan antar rumah satu dengan yang lain.
Saya berpikir, mungkin karena  tipisnya tembok yang ada atau saking padatnya bangunan ini, sehingga jika satu keluarga mereka melakukan hubungan suami istri pun, keluarga yang lain pasti akan mendengar dan akhirnya ikut melakukannya juga.

Karena penasaran, saya akhirnya duduk disebuah warung PKL sambil makan gorengan dan berbincang dengan masyarakat, terutama ibuibu. Berbicara tentang tingginya harga barang pokok sekarang ini sampai pada masalah yang akhirnya saya ingin tanyakan yaitu masalah keluarga berencana. Iyaa.. KB.

Kenapa?

Karena saya penasaran sekali, bagaimana masyarakat itu menghidupi anak-anaknya dengan biaya yang sangat minim. Bagaimana kualitas perkembangan anak-anak mereka. tinggal di lingkungan pasat memang bukan pilihan buat saya untuk membesarkan anak, dilihat dari segi kualitas kesehatan lingkungan saja saya sudah takut. Tapi ini mereka santaisantai saja. Ok, mungkin pemikiran kami aga berbeda.

Saya bertanya :
 “apakah para ibuibu ini mengikuti program KB dari pemerintah
dan mereka jawab
tidak, karena mahal, mbak. Sekali suntik itu 20 sampai 25 ribu.
Dan saya aga berargumen dengan mereka (ini kesalahan saya yang paling terbesar)
tapi bu, kan lebih murah KB bila dibandingkan ibu harus memiliki anak lebih dari dua, dilihat dari biaya melahirkan dan membesarkan anak”  
dan ada ibu yang menjawab
mbak, banyak anak itu banyak rejeki, kan nanti mereka bisa bantubantu kita nyari uang”
“lah kan masih lama bu.. mereka masih kecilkecil”
“nggak mbak, mereka bisa turun ke jalan ama abangabangnya bantuin jualan koran atau jualan apa kek.”

Dan kemudian saya terdiam, buat saya anak bukan lah barang komodity perdagangan. Saya tidak tau harus berkomentar apa lagi, tidak memiliki cara lagi untuk berargumen lagi jika pemikiran mereka seperti itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar