17 September 2012

Black or White?



Di kota saya tinggal sekarang ini, Jakarta, pada tanggal 20 nanti akan diadakan pemilihan umum untuk Gubernur dan Wakil Gubernur.
Daaan.. dilakukan 2 kali putaran, kenapa? Karena para calon terpilih itu tidak ada yang suaranya melebihi 50% dari total suara yang ada, kemudian para calon Gubernur dan Wakil tersebut mulai kampanye (lagi). Yang paling seru adalah ketika disiarkan langsung lewat stasiun tv swasta yang saya tonton ; salah satu calon pasangan Gubernur tersebut (menurut saya seperti) mengejek salah satu dari calon pasangan saingannya dengan dialek Ras yag dimilikinya. dan lagilagi, menurut saya itu RASIS!
Saya tidak tau kenapa dia melakukan hal itu, tapi banyak yang berkata karena dia takut kalo kalah pada putaran ke-dua sehingga dia melakukan apa saja untuk mendapatkan simpati rakyat dengan menggunakan isyu SARA tersebut.
Entah ya, beliau tau atau tidak, tapi saya sangat yakin kalo beliau tau (beliau orang terpandang, berpendidikan tinggi) kalo yang namanya “RASIS itu TIDAK DIPERBOLEHKAN DALAM SISTEM KAMPANYE MANAPUN”. Entah, saya berpikir kalo ini sangat jauh dari  HAM dan Pasal 5 Pancasila yaitu KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA.
Indonesia merupakan negara yang multi-ras, multi-agama, multi-budaya. Masalah sensitif seperti ini sangat sensitif untuk ‘dikeluarkan’ dalam kampanye. Entah apa yang dipikirkan oleh beliau saat itu, saya tidak mengerti, atau janganjangan saya sendiri yang tidak ‘nyampe’ dengan pemikiran beliau.
Denger-denger isyu yang berkembang, masyarakat takut kalo nantinya calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang satu itu menang dan Jakarta ‘dikuasai’ oleh ras tertentu.
Saya berpikir, kenapa kita musti takut? Dalam kamus saya, takut merupakan sebuah kemunduran mental.
Takut kalo bangsa pribumi nanti ‘tersingkir’? Itu merupakan proses dari kehidupan. Kita hidup untuk selalu belajar dan berkembang, setiap individu harus memiliki ‘comparative advantage’ agar dia tidak mudah untuk dikalahkan oleh yang lain. Manusia harus berjuang dari, demi dan untuk dirinya sendiri. Takut hanya untuk orang yang manja dan tidak mau maju menghadapi persaingan. Semakin banyak kita menang dalam persaingan, semakin unggul diri kita.
Ketakutan dalam persaingan (takut kalah atau takut gagal) , itu alami, tapi tolong lawan dengan cara yang elegan.
Indonesia merupakan negara kesatuan, demokrasi dan baru belajar ‘melek’ politik dan sudah diajarkan dengan cara yang seperti itu? No no no.. Big mistake, dear.. Ajari masyarakat untuk berpolitik yang sehat, harus ada landasan teori berpikir, kerangka permasalahan dan (mungkin) gap analisis sehingga cara berpikir kita lebih terstruktur dan masyarakat mengerti tentang tata cara berpolitik yang sehat.
 Catatan :
saya tidak memihak salah satu dari para CaGub dan CaWaGub tersebut, tapi saya berkomentar dari cara mereka berkampanye. Maaf kalo menyinggung, tidak ada maksud sama sekali dan ini murni pemikiran saya. Makasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar