3 Mei 2011

Mumpung Ada Kesempatan


Sepertinya benar apa yang dikatakan oleh teman saya si monsterbuaya itu, kalo di kota ini, yang ga penting dan ga perlu ada adalah ramburambu lalulintas. Kenapa? Karena mereka tidak pernah di perhatikan.

Dan ketika ketika saya bertanya kenapa, ini beberapa jawaban yang ada :
"kalau bisa jalan sekarang di saat lampu sedang merah, kenapa musti nunggu nanti, kalau lampu sudah hijau?"
"kalau bisa belok dibawah tanda dilarang belok, kenapa harus muter jauh kesana sana?"
"kalau bisa lewat jalan melawan arus, kenapa harus antri macetmacetan di jalur yang benar?"
"kalau bisa berhenti di tengahtengah perempatan, kenapa harus tertib di belakang garis marka?"
"kalau supir angkot bisa nurunin penumpang di as jalan, ngapain repotrepot menepi ke tepi susahsusah minggir ke pinggir?"
"kalau cuek aja nggak bisa mati, kenapa harus taat?"

Nampaknya masyarakat lebih takut kalau ada polisi dibandingkan dengan ramburambu lalulintas, padahal itu dibuat untuk keselamatan masyarakat sendiri kan?
Dan polisi hanya bertugas untuk mengawasi, nah, sekarang saya tidak dapat membedakan mana yang jadi sarana dan mana yang jadi prasarana untuk mengatur lalulintas. *nah lo*

Masyarakat kita maunya serba instant, cepet, time is money katanya
tanpa memikirkan keselamatan dirinya sendiri dan kemanan kenyamanan pengendara lainnya
alasan yang lain karena kemacetan itu sendiri,
masyarakat tidak sabar untuk mengadapai kemacetan kota yang semakin hari semakin parah.

Sekarang saya mau melihat dari sisi kendaraan umum seperti angkot diatas.
Angkot dapat menaikkan dan menurunkan penumpang dengan seenaknya, berhenti seenaknya, kadang bisa jadi penyebab kecelakaan lalulintas karena angkot berhenti mendadak, kalo terjadi kecelakaan, maka akan menghambat kendaraan lain untuk jalan kan? terjadilah kepadatan bahkan kemacetan lalulintas.
Apakah sopir angkot itu mau melakukan itu dengan sendirinya? penumpang yang meminta, jika penumpangminta turun di halte, sopir angkot itu juga akan menurunkannya di halte, begitu juga kalo penumpang menunggu angkot di halte, tidak akan ada ceritanya angkot berhenti mendadak hanya untuk menurunkan penumpang dan itu dpat mengurangi resiko kecelakaan.
Kemacetan akan membawa eksternalitas negatif untuk kawasan perkotaan, polusi yang ditimbulkan lebih banyak, waktu yang terbuang di jalan juga dan itu hanya untuk masalah sepele?

Angkot banyak dikatakan perusak sistem lalulintas perkotaan, 
disatu sisi juga dibilang tidak efektif, karena tidak memenuhi skala ekonomi.
Namun masyarakat sangat bergantung pada angkot karena angkot dapat menjangkau lokasi yang kecil (dan lebar jalan di perkotaan kita masyoritas juga kecilkecil, hanya beberapa ruas jalan yang sesuai dengan standart), bisa berhenti disembarang tempat karena masyarakat banyak yang malas jalan kaki, alasan? heum.. panas, pedestrian line yang kurang nyaman, jarak antara pusat kegiatan satu dengan yang lainnya jauh.
Dan intinya, kita kembali lagi pada penataan pusatpusat kegiatan dan pedestrian.

Saya jadi berpikir dan aga mulai pesimis,
apakah nanti kalo kita sudah mencapai pembangunan kota yang ideal, dengan sistem transportasi yang baik (baik kualitas sarana dan prasaranya), pedestrian yang mendukung, guna lahan yang sesuai (contoh seperti model grid yang diklaim dapat mengurangi jumlah kegiatan berkendara), apakah masyarakat akan dengan sendirinya akan mengikuti? melihat sifat masyarakat kita yang sepertinya hanya takut dengan penguasa yang diktator.
Tambahan pekerjaan untuk para pembuat peraturan dan perundangundangan agar dapat memberikan shock terapi pada masyarakat agar mengikuti peraturan yang ada. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar