2 Juni 2011

Indonesia Tanpa Kemiskinan?


Daerah pedesaan adalah daerah yang dianggap sebagai pusat kemiskinan karena lapangan pekerjaan yang kurang bervariasi, kurangnya akses dan  pembangunan infrastruktur dasar serta kebijakan pemerintah yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan perekonomian, bukan pemerataan.

Kegiatan perekonomian masyarakat di pedesaan, mayoritas bercocok tanam dan menjadi petani, namun sayangnya, petani di Indonesia sangat banyak, namun banyak yang tidak memiliki lahan sendiri, waktu kerja mereka yang fleksibel (lebih sedikit dari rata-rata kerja orang kebanyakan), production cost yang tinggi dan tidak sesuai dengan revenue, sehingga menyebabkan kemiskinan di pedesaan. untuk menyiasatinya, banyak petani yang kemudian mencari pekerjaan sampingan, entah itu menjadi buruh bangunan ataupun menjadi asisten rumah tangga dan ketika musim panen maupun musim tanam, mereka kembali lagi ke desa untuk membantu menggarap lahan pertanian.

Menurut studi empiris dan teori, pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengentaskan petani dari kemiskinan. Ketika pemerintah menerapkan pendidikan untuk memperbaiki kehidupan petani, melalui peningkatan kualitas pendidikan kepada kaum muda di pedesaan, namun yang terjadi adalah tingginya urbanisasi. Mengapa? karena tingginya ekspektasi mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. di satu sisi, kota menawarkan lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja yang lebih baik dibandingkan pedesaan, sehingga desa tetap ditinggalkan oleh generasi muda sebagai tenaga pembangunnya. Jika kota tidak siap untuk menerima 'luberan' penduduk dari desa, yang terjadi adalah kemiskinan di perkotaan *seperti yang sudah saya cerita kemarinkemarin, dan fakta yang terjadi sekarang adalah hampir separo dari penduduk indonesia tinggal di perkotaan*

Kebijakan pemerintah mulai dirubah, sekarang pendidikan dan pelatihan diberikan kepada petaninya secara langsung untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya. para petani diarahkan untuk dapat mengembangkan UKM (Usaha Kecil dan Mikro, *yes, its about micro finance,cara jualan orang marketing, cin.. soalnya kalo dibilang UKM pasti orangorang mikirnya tentang miskin, banyak orang yang alergi dengan miskin, jadi namanya diganti*). UKM ini diharapkan dapat menambah nilai pada hasil alam pedesaan dan memberikan pekerjaan tambahan bagi petani dan diharapkan petani tidak melakukan migrasi ke perkotaan.

Setelah pelatihan dan pendidikan dirasa sudah cukup, maka waktunya untuk pemberian modal untuk menjalankan kewirausahaan, namun semuanya itu masih di treatment agar target sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk pemberian bantuan modal ini, mayoritas diberikan kepada perempuan, kenapa perempuan? karena (katanya) perempuan lebih bisa dipercaya untuk pegang uang daripada lakilaki, coba kita lihat aja program BLT atau PKH (Program Keluarga Harapan), jika perempuan yang dikasih uang dalam program tersebut, uang itu digunakan untuk membeli susu sebagai  peningkatan gizi keluarga atau biaya pendidikan anak dan kalau lakilaki yang dikasih uang, yang terjadi adalah mereka langsung membelanjakannya untuk membeli rokok, huft.. jadi secara tidak langsung disini saya ingin menyampaikan pesan bahwa peranan perempuan dalam pemberantasan kemiskinan sangat besar, sama seperti yang terjadi pada pemberdayaan perempuan di urban agriculture.

Baiklah, kita kembali pada fokus bahasan kita. Pemberian bantuan finance kepada masyarakat itu nggak mudah loh.. apalagi disini pemerintah ingin menerapkan  kedisplinan dalam pengelolaan keuangan dalam usaha, banyak masyarakat yang mencampuradukkan antara keuangan pribadi dengan 'perusahaannya' maka dari itu, kenapa banyak bantuan keuangan untuk masyarakat yang gagal, selain itu, pemerintah juga jangan memperlihatkan bahwa bantuan itu asalnya dari pemerintah. Krisis kepercayaan masih berlanjut sampai sekarang. Dan jika pemerintah memberitahukan asal usul dana tersebut, banyak masyarakat yang tidak mau mengembalikannya, karena mereka menganggap bahwa itu adalah hasil pajak yang harusnya kembali kepada mereka, padahal fokus disini adalah pemerintah ingin memberikan organizing dalam pengelolaan keuangan dan perusahaan.

Terus ada pertanyaan, bukankah sama aja kalo petani meminjam sendiri uang di bank, kayak kredit bank gituh?
oke, itu bisa dilakukan, namun masyarakat petani tidak memiliki akses untuk itu. Akses disini dimaksudkan bukan masyarakat petani yang dapat mencapai sistem perbankan, namun  bagaimana uang atau kredit tersebut bisa sampai di tangan petani. Kesulitan yang lain adalah masalah tentang jaminan aset, hadeuh, plis deh..mana ada orang miskin punya aset..! dan saking ketidakpercayaannya pihak perbankan terhadap petani yang dianggap sebagai orang miskin yang ga punya uang buat membayar kredit *padahal kan petani jujur, yang ga jujur adalah pejabatpejabat dan pengusaha besar yang pada korup* sehingga banyak bunga kredit untuk petani yang dihitungnya gini : SBI+4% untuk menghindari NPL alias kredit macet yang tinggi. *kalo gitu caranya, bijimana itu cerita petani bisa dapat dan bayar kredit?!*

Memang susah sih, kalo kita mau memberantas kemiskinan tapi kalo tidak ada sinergi antara kelembagaan satu dengan lainnya, termasuk stakeholders di seluruh sektornya.

Membicarakan masalah kemiskinan di pedesaan, sangat terkait dengan sektor pertanian, masalah konversi lahan dan infrastruktur penunjangnya serta investasi. Untuk penanggulangan konversi lahan, seharusnya pemerintah menerapkan UU tentang lahan pertanian abadi, pemetaan kembali daerahdaerah mana yang memiliki kandungan kesuburan tanah tinggi dan menjadi lumbung petanian *bukan hanya untuk pertanian padi atau beras, namun juga tanaman pokok lainnya* pengembangan koridor perekonomian Indonesia agar antara pusat pengembangan satu dengan yang lain dapat terintegrasi dengan baik dan memberikan efect positif untuk sistem distribusi logistik dan pemerataan serta pertumbuhan perekonomian. Disatu sisi, kita harusnya melakukan lagi yang namanya reformasi, lagi? ya, lagi dan reformasi ini untuk sektor pertanian sehingga kita dapat membangun kembali kekuatan Indonesia untuk swasembada pangan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial sehingga kita dapat kembali lagi pada roh pembangunan negara kita, yaitu Pancasila, terutama sila ke 5 dan UUD 45 terutama pada pasal 27 dan 33. 

*FYI : gini coefisien kita meningkat dari tahun ke tahun, sekarang sudah hampir mendekati angka 0.85 dan ini sangat mengkhawatirkan, eh, saya dapat sumber dari doktor dan profesor di FE UI,  jadi mudahmudahan cukup valid.. kalo nggak percaya, silahkan hitung kembali ya.. btw ini baru diukur dari sisi pengeluaran, bayangkan kalo diukurnya dari sisi pendapatan, inequality kita pasti semakin besar.

Dan ini baru dari sisi kemiskinan di pedesaan, namun konfliknya sudah sangat banyak, bagaimana kalo kemiskinan di perkotaan yang lebih complicated dari pedesaan dan memerlukan biaya yang lebih besar untuk pengentasan kemiskinannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar