7 April 2011

Flood and Float







Semakin pesat pertumbuhan suatu negara, maka semakin cepat pula arus urbanisasi, ini dikarenakan banyaknya kegiatan industri, jasa dan perdagangan yan menyerap banyak lapangan pekerjaan dan memberikan kontribusi yang besar dalam penerimaan daerah maupun negara.

Pertumbuhan kegiatan ekonomi di daerah perkotaan disebabkan oleh :
  • Jaringan infrastruktur yang memadai dan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan daerah pedesaan
  • Lebih dekat dengan pasar (konsumen) sehingga dapat mengurangi transportation cost
  • Lebih dekat dengan jaringan (kawasan industri / cluster atau aglomerasi) sehingga dapat menguntungkan perusahaan, karena dengan sistem tersebut, mereka dapat berbagi informasi, sharing bahan baku yang dibutuhkan dan menghemat untuk beberapa faktor produksi, termasuk untuk biaya pembangunan infrastruktur dasar.
  • Kedekatan dengan institusi administrasi yang mengatur kegiatan.
Tingginya urbanisasi jika tidak dapat ditangani dengan baik, maka akan memunculkan berbagai permasalahan, selain permasalahan tentang penggunaan lahan, penyediaan infrastruktur sampai pada penyediaan lapangan pekerjaan sehingga menyebabkan  kemiskinan kota atau city slump.

Banjir merupakan salah satu akibat dari kemiskinan kota yang tidak dapat ditangani dengan baik oleh pemerintah kota. Khusus untuk DKI Jakarta, banjir telah lama menjadi permasalahan, bukan hanya dalam dekade ini saja, namun sejak jaman penjajahan Belanda.

Jakarta sendiri memiliki topografi yang terlalu datar dan ketinggiannya hampir sama dengan permukaan laut, ini membuat siklus hidrologi air perkotaan sangat rumit untuk mengembalikan air ke "jalur" semula jika tidak dibantu dengan tingginya daerah resapan. Dengan masuknya Belanda di Jakarta dan mulai membuat Jakarta menjadi "pusat administrasi penjajahan", banyak pembangunan yang dilakukan, mereka mulai untuk meluruskan beberapa sungai yang mengalir di Jakarta, membangun bentengbenteng, kantor dan perumahan dengan sangat tertata rapi, ditambah dengan sistem sarana prasarana serta utilitas kota yang sangat memadai. Mereka membuat kanal seperti di Venice selain untuk sistem drainase sekaligus untuk sistem transportasi, namun Belanda menggusur masyarakat pribumi ke daerah yang paling buruk, sehingga para pribumi tinggal di daerah marginal dan mulai menutup rawarawa dan situ untuk kegiatan perumahan.

Para pribumi tidak diberikan akses untuk masuk ke kota yang didirikan oleh Belanda dan kota yang dibangun Belanda seperti "kota terlarang" di China. Penduduk pribumi yang dapat mengakses ke dalam hanya para priyayi atau para pejabat.




Disparitas ekonomi antara kotakota yang miskin (Indonesia) dengan kota kaya yang di bangun oleh Belanda sangat besar, termasuk infrastruktur dan kegiatan yang ada di dalamnya. Kota yang dibangun Belanda tumbuh pesat, mengakibatkan kebutuhan akan pekerja yang banyak, sehingga terjadilah urbanisasi, namun para pekerja tidak tinggal didalam kota yang dibangun oleh Belanda, mereka menyewa lahan dan rumah yang ada diluar core inti perkotaan dengan sarana dan preasarana penunjang hunian yang buruk, sehingga jika hujan, karena tidak memiliki saluran drainase dan sekaligus mendapat "limpahan air" dari kota yang dibangun Belanda menyebabkan wilayah permukiman mereka kebanjiran. Padatnya perumahan tanpa adanya penataan ruang yang baik dari tuan tanah menyebabkan dampak banjir semakin parah, ditambah dengan tidak adanya sistem sanitasi permukiman yang baik sehingga semua kotoran juga ikut "muncul" bersama banjir, akhirnya terjadi wabah penyakit dan ini banyak menelan korban jiwa.

Semakin lama, banjir dan penyakit semakin menjadi, dan banjir akhirnya mulai masuk ke dalam kota yang dibangun oleh Belanda, memaksa warga "kelas atas" untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Namun itu tidak menyelesaikan masalah, para warga dan tokoh masyarakat meminta masalah banjir diselesaikan secepatnya sehingga pemerintah Belanda mulai mencanangkan program urban renewal serta membuat kanal barat dan timur untuk mengatasi banjir, program ini tidak berjalan dengan mulus karena masalah pendanaan (terjadi great depresion pada tahun 1930an), inflasi naik begitu tajam sehingga pengeluaran pun membengkak, dan negri Belanda pun terpaksa harus menghentikan proyek tersebut.

Setelah jaman kemerdekaan, pelaajaran akan kesalahan penataan ruang dan kebijakan yang ngesampingkan masyarakat miskin yang diberikan oleh Belanda pun diabaikan begitu saja oleh pemerintah. Pembangunan hanya memikirkan pembangunan perkotaan, mengejar pertumbuhan eonomi yang tinggi tanpa adanya pemerataan ekonomi, disparitas tersebut semakin besar dalam negara. Bagaimana dengan disparitas sosial ekonomi di perkotaan? sama saja.
Kemiskinan di perkotaan, disebabkan masyarakat tidak dapat mengakses hunian yang layak, sarana prasarana infrastruktur pendukung, pola jaringan dan sistem transportasi yang baik karena tingginya biaya hidup di perkotaan, walaupun pendapatan mereka juga tinggi jika dibandingkan dengan daerah pedesaan dan biaya hidup di perkotaan masih belum dapat mencukupi kebutuhan dasar.

Daya beli masyarakat untuk mendapatkan hunian yang layak dengan sarana dan prasarana yang memadai masih sangat rendah, banyaknya jumlah penduduk yang ada di kota, menyebabkan permintaan akan tanah dan hunian sangat tinggi (demand) namun ketersediaan tanah tetap (supply) kecuali terjadi aglomerasi perkotaan, namun menyebabkan transportation cost tinggi (karena jarak dari pheripheri area ke CBD yang cukup jauh), menyebabkan harga tanah dan rumah tinggi, dan hanya golongan ekonomi tinggi yang dapat membelinya.
Masyarakat golongan ekonomi rendah akhirnya menempati marginal area, ruang terbuka yang tidak sesuai untuk peruntukannya tanpa adanya sarana prasarana penunjang hunian yang memadai, mereka memanfaatkan tepian sungai untuk bermukim, mendapatkan kebutuhan air dari sungai, sanitasi juga memanfaatkan sungai, begitu juga dengan pembuangan sampah, sehingga sungai menjadi "daerah belakang" masyarakat ekonomi rendah. Akhirnya tingginya pencemaran disungai membuat kota menjadi kumuh, air tidak dapat mengalir dengan baik dan terjadi banjir, menyebabkan biaya eksternalitas negatif tinggi.

Banjir dan kemiskinan memang tidak dapat terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan berbagai program yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi banjir, tanpa membuat kebijakan untuk pengentasan kemiskinan kota, maka permasalahan banjir tidak akan selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar