17 April 2011

Men Sana In Corpore Sano

Kemarin seorang teman saya yang masih sekolah kedokteran itu bercerita, dia sedang bertugas di suatu kota (sebelah Jakarta persis, masuk area Jabodetabek), disana hanya ada suatu rumah sakit kecil dan saat dia bertugas terjadi banyak sekali kasus yang secepatnya ditangani. 
Salah satunya adalah seorang ibuibu yang kepalanya terluka parah akibat kekerasan rumah tangga dan menyebabkan pendarahan dalam, malangnya nyawa ibu tersebut tidak dapat ditolong karena tidak adanya dokter spesialis di rumah sakit itu dan karena teman saya itu adalah dokter gigi, dia tidak dapat menolong pendarahan dalam tersebut. Dan parahnya lagi, ibu itu karena miskin dan tidak punya uang (dia dibawa ke rumah sakit oleh anaknya yang masih berumur 12 tahun) maka ibu tersebut seperti setengah ditelantarkan dan seperti dibiarkan meninggal.
Bayangkan bagaimana perasaan anaknya melihat ibu nya seperti itu.

Disisi lain saya sangat menyayangkan kondisi yang sangat ironis seperti itu. Berbagai program yang ditawarkan pemerintah masih belum dapat mengcover masyarakat miskin, infrastruktur perawatan dan pelayanan kesehatan juga belum memadai, begitu juga dengan service. Lalu, kemana kah para dokter lulusan universitas kita?  Kalau hal itu terjadi di daerah yang dekat dengan ibu kota negara kita, lalu bagaimana nasib saudara kita yang bermukim di pedalaman Kalimantan atau Papua yang akses nya sangat sulit?

Jika kita melihat dari sisi jaminan kesehatan di Indonesia, kita sendiri memiliki banyak sekali permasalahan mulai dari UndangUndang yang belum selesai, tidak adanya JUKLAK di pusat, sedangkan di daerah tidak ada peraturan yang mengatur tentang itu, satu sisi, kita tidak memiliki dana dan badan khusus untuk jaminan sosial kesehatan. Dana yang ada selama ini ada, merupakan bentuk transfer dari pusat kepada Kementrian atau Lembaga (K/L), sehingga kita tidak memiliki anggaran khusus untuk itu. Masalah antar instansi yang menangani juga sangat banyak, contohnya saja yang akhirakhir ini terjadi adalah penggantian biaya klaim dari Rumah Sakit yang menangani ke PT Askes, PT Askes ke Kementrian Kesehatan, karena tidak adanya Badan khusus yang mengatur masalah keuangannya serta adminstrasi dan birokasi.

Kalau kita membandingkan negara kita dengan negaranegara lain di dunia, contoh yang terdekat dengan Vietnam, dalam urusan jaminan sosial kesehatan masyarakat itu sangat jauh sekali bedanya. Public health di Vietnam berani menanggung sektor informal yang memiliki ensecure income, dan mereka memasukkan pertanian sebagai sektor informal. Vietnam mengcover public health untuk petani dengan memberikan subsidi sebanyak 70% dari total pelayanan dan perawatan kesehatan, petani hanya membayar 30% dari layanan itu. Sepertinya menyenangkan bukan?

Di Brazil yang juga merupakan negara berkembang dengan luas wilayah yang hampir sama dengan Indonesia dan juga memiliki jumlah penduduk yang besar, faktor geografis yang menyebabkan inequity, baik dalam sosial ekonomi dan masih adanya kesenjangan ras, mereka berusaha untuk memberikan layanan public health yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat secara keseluruhan tanpa kecuali.

Brazil juga telah melakukan reformasi terhadap public health and social insurance dimulai pada tahun 1988. Reformasi ini dimulai dari segi pendanaan, dimana negaranegara Amerika Latin lainnya mengcover penduduknya dengan melihat demand pelayanan dan perawatan kesehatan masyarakat, maka Brazil melakukan sebaliknya.Brazil melihat dari supply (kemampuan financial negara) untuk public health insurance, dengan kemampuan financial yang dicadangkan pemerintah, Brazil dapat mengcover masyarakat yang paling bawah terlebih dahulu dengan menetapkan programprogram yang dapat mereka lakukan.
Di negara Amerika Latin lainnya, reformasi financial tersebut memiliki efect jangka pendek yang sangat memuaskan, namun jika dilihat dalam long run, itu tidak akan berhasil, apalagi banyak negara yang political economic nya tidak mendukung sistem tersebut, sehingga banyak yang failure. Brazil, dengan segala kegiatan yang dilakukannya, memang tidak menunjukkan perkembangan yang baik dari sisi short run, sedangkan dalam jangka waktu long run, Brazil menunjukkan kemampuan yang sebenarnya, sistem yang dilakukan Brazil ini bersifat sustainable, baik dari sisi sosial maupun economic dan political economic negara tersebut juga mendukung seluruh program public health insurance yang dilakukan.

Pendanaan public health insurance sekarang ini berasal dari dua sumber, yaitu dari pemerintah (berasal dari general tax, sperti pajak property, pajak pendapatan, dll) dan dari swasta. Peranan swasta di sektor public health Brazil juga sangat besar, mayoritas kalangan ekonomi yang sudah mapan menggunakan asuransi yang ditawarkan swasta, namun swasta dan masyarakat ekonomi mapan harus memberikan subsidi kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk mendapatkan layanan kesehatan yang lebih baik.  

Keberhasilan Brazil tidak sematamata dari segi sistem pendanaan, desentralisasi dan partisipasi masyarakat memiliki peranan penting dalam keberhasilan tersebut. 
Brazil memiliki tiga tingkatan administrasi, yaitu mulai dari pemerintah Federal, Negara Bagian dan Pemerintah Kota. Dana berasal dari pemerintah Federal dan Negara Bagian, di bagian ini, pemerintah harus menyiapkan dana sebesar minimal 12% dari anggaran untuk public health insurance, sedangkan untuk pemerintah bagian Kota, mereka harus dapat menyerap minimal 15% dari anggaran untuk ini, dan sistem ini berhasil dengan sangat baik, beberapa kota dan negara bagian dalam beberapa tahun ini malah dapat menyerap melebihi target, dan ini pertnda bagus untuk kegiatan tersebut.
Partisipasi masyarakat berperan penting dalam menentukan keberhasilan sistem ini. Masyarakat dalam level kota berkumpul setahun sekali di Balai Kota untuk membahas program yang mereka perlukan, berapa besaran dana, cash flow dana sampai menjadi saksi kegiatan kontrak dengan pihak ketiga, sehingga masyarakat dan pemerintah bertanggung jawab akan seluruh program yang mereka rencanakan.

Yang menarik di Brazil adalah, kita tahu luas daerah Brazil untuk perairan hanya 0,2% dari total wilayah negara dan pemerintah menyediakan layanan ambulance (di Brazil disebut dengan SAMU), tidak hanya ambulance konvensional, tapi juga perahu atau boat ambulance yang didalamnya dilengkapi oleh alatalat medis yang memadai, hanya untuk menjangkau daerah yang kesulitan akses melalui darat.
Disparitas layanan di daerahdaerah terpencil (terutama di Brazil bagian Utara yang terdapat hutan Amazon) semakin berkurang karena pemerintah memberlakukan kegiatan yang universal dan multidisiplin, pemerintah Brazil memiliki standarisasi layanan sendiri untuk mengatasi masalah pembangunan wilayah yang sprawl karena kondisi geografis. Tim yang di kirim ke daerah terpencil tersebut minimal harus terdapat dokter umum, dokter spesialis, perawat, perawat pembantu dan ditunjang dengan program lainnya seperti program pengadaan obatobatan dan SAMU, sehingga program tersebut harus dapat mengcover masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan memiliki pendapatan di bawah UMR.

Sepertinya sangat menyenangkan bukan? Tapi health insurance di Brazil juga memiliki banyak kelemahan, terutama sumber pendaaan, yang dahulu didapat dari sektor pajak, nah sekarang ada pajak yang dikuranngi karena pengurangan pajak tersebut digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Brazil sewaktu terjadi krisis kemarin, sehingga menyebabkan berkurangnya pendapatan untuk Kementrian Kesehatan Brazil, sehingga layanan dan infrastruktur kurang memadai.

Walaupun setiap negara punya kelebihan dan kekurangan masingmasing, tetapi harusnya Indonesia belajar dari ini. Public health sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian negara, dengan kesehatan masyarakat yang terjamin, maka produktivitas kerja akan meningkat, dan bukannya sistem jaminanan kesehatan kita juga telah diatur dalam UU No 40 tahun 2004, tapi bagaimana dalam pelaksanaannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar