9 April 2011

Tu' Wa', Tu' Wa' ...








Parahnya kondisi pedestrian line kita tidak hanya berlaku di satu dua kota di Indonesia, hampir seluruh kota di Indonesia belum memiliki pedestrian line yang aman, nyaman bagi penduduknya.
Kemacetan dan kepadatan jalan, memaksa para pemilik kendaraan bermotor roda dua untuk naik ke trotoar tanpa memperdulikan para pejalan kaki. Kurangnya tempat parkir ditambah dengan banyaknya kendaraan, juga menggeser fungsi pedestrian line menjadi tempat parkir.
Memaksa seluruh pejalan kaki untuk 'masuk' ke badan utama jalan, sehingga membahayakan keselamatan pejalan kaki, apakah ini kota yang manusiawi?   

Trotoar adalah ruang komikasi sosial dan politik dari sebuah kota,
karena di trotoar kita dapat saling menyapa antar penduduk kota, pola komunikasi dalam kota juga akan terjalin.
Trotoar adalah salah satu bentuk arah kebijakan pembangunan,
dengan melihat dan membandingkan kondisi trotoar kita dapat melihat apakah pemerintah peduli dengan lingkungan dan golongan ekonomi lemah dengan mengurangi jumlah kendaraan pribadi dengan memperbanyak kendaraan umum, dimana trotoar merupakan salah satu akses untuk mendapatkan kendaraan umum yang dibutuhkan masyarakat kota dan mengurangi tingkat polusi.
Dengan kondisi trotoar yang memiliki kualitas yang baik, terlihat dari lebar trotoar yang memadai, ketinggian trotoar yang mudah digunakan untuk seluruh lapisan dan golongan masyarakat (baik anak kecil, manula maupun difable), street furniture, sign and posting yang membantu para pedestrian, keamanan pejalan kaki, akan mengurangi kemacetan kota karena masyarakat akan lebih nyaman untuk berjalan kaki dibandingkan dengan naik kendaraan pribadi.



bazaar street 
window shooping and bike line too 
 comfort and savety 


Pedagang kaki lima yang selalu ada di barang public ini juga tidak dapat dihilangkan dengan menggusur, selama kegiatan perekonomian kita masih belum dapat membuka lapangan pekerjaan baru yang banyak menyerap pengangguran, masih tingginya kredit usaha, kebijakan untuk investor yang berbelit dan infrastruktur yang tidak mendukung, maka sektor informal akan masih bertahan.Pedagang kaki lima tidak akan digusur, namun ditata dipinggir trotoar sesuai dengan kelompoknya, dengan diberi utilitas penunjang yang memadai, maka PKL tidak akan lagi menjadi pengganggu untuk pejalan kaki, bukan lagi hanya tempat singgah bagi pemilik kendaraan bermotor, namun akan menjadi salah satu daya tarik.
Bukankah sangat menyenangkan jika kita dapat berjalan kaki segaligus bisa mencoba berbagai jenis makanan atau minuman ringan dan melihat hasil kerajinan atau barangbarang lucu lainnya? *mulai berimajinasi* *contoh : Bazar strret yang ada di Paris*
Namun dengan persyaratan si pejalan kaki tidak boleh seenaknya sendiri membuang sampah sembarangan, (maaf) meludah seenaknya. Dengan memberlakukan dengan tegas dan keras, moral hazard tersebut kemungkinan dapat dihindari, disini yang perlu ditekankan bukannya mereka harus takut dengan peraturan dan para aparat penegak hukum, namun kesadaran akan ketertiban dan kebersihan lingkungan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Dengan berjalan kaki di pedestrian line yang nyaman, kita dapat window shopping, melihat barangbarang yang ditawarkan di toko. Trotoar juga mempunyai fungsi untuk promosi, sehingga melalui etalase toko saja, masyarakat bisa tau apa yang ditawarkan oleh produk itu. Dan ini akan menguntungkan bagi pihak penjual maupun pembeli.
Media iklan berupa balihobaliho itu, jika tidak ditata rapi akan merusak pemandangan kota. Sayangnya pemerintah kita jarang yang memikirkan tentang tataruang baliho, iklan dan media promosi lainnya. Mereka sering memberikan izin tanpa verifikasi. Semua ini tentang pendapatan daerah.

Pedestrian merupakan salah satu sektor yang membentuk ruang suatu kota, pattern, yang sayangnya dilupakan oleh pembuat kebijakan begitu saja.
Pemerintah dan pembuat kebijakan harus benarbenar memperhatikan masalah ini jika ingin mengurai masalah kemacetan, polusi dan perekonominan daerahnya.
Ini dapat dimulai dari perencanaan tata ruang kota yang fokus pada masyarakat pedestrian, penetapan kawasan pedestrian dan jalur hijau, sampai implementasi yang sesuai dengan blueprint. Konsistensi dalam implementasi blueprint sangat diperlukan karena yang biasa terjadi adalah terjadi penyimpangan yang sangat jauh antara blueprint dengan implementasi, kekuatan politik bagi pengambil keputusan untuk penyediaan pedestrian harus kuat. Saatnya pengambil keputusan untuk berpihak untuk masyarakat bawah, dimulai dari pembuatan desain dan konsep yang jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar